FPG Saat melakukan Dialog pertama di Tobelo bulan lalu
Spread the love

(TOBELO-SN) Sekitar 100 orang yang terdiri dari Para Presbiter, Tua tua jemaat dan Pendeta Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH), Selasa (14/6) mengadakan kegiatan Diskusi terbuka dengan thema Peran Presbiter dalam Pergumulan GMIH Masa Kini. Acara ini digagas oleh Forum Peduli GMIH yang terdiri para jemaat GMIH yang terpanggil untuk melakukan perbaikan internal pasca Sidang Sinode ke 29 di Morotai.

Yang menjadi pembicra di acara ini,  Pdt Dr Eddy Sumtaki M Th (Anggota Badan pertimbangan GMIH), Pdt Edison Tiala (Pdt Emiritus GMIH) dan Dr Jubhar Mangumbulude (Akademisi Warga GMIH).

Ketua Forum GMIH Bersatu, Diaken Yano Mahura dalam sambutan di awal acara mengatakan Forum Peduli GMIH lahir dari keprihatinan para presbiter, tua tua jemaat serta sejumlah jemaat awam yang sangat prihatin dengan kondisi gereja pasca Sidang Sinode GMIH ke 29 di Morotai yang mana sama sama diketahui ada sejumlah peristiwa yang sangat mencoreng nama organisasi Gereja terbesar di Maluku utara ini.

Olehnya itu menurut Yano, mereka yang prihatin dengan kondisi ini, yang juga adalah warga asli GMIH membentuk forum ini sebagai wadah untuk memberikan saran dan kritikan membangun bagi perbaikan GMIH ke depan.

“Jadi forum ini terbentuk atas kemauan murni dari jemaat. Bukan keinginan orang tertentu. Bukan dibiayai oleh pejabat pemerintah yang tidak senang dengan kepemimpinan Sinode yang ada. Biaya yang dikeluarkan untuk acara seperti ini dan acara Forum Peduli GMIH nantinya  murni adalah sumbangan pribadi orang per orang, bukan dari pemrintah. Malah untuk kita melaksanakan acara ini juga berkat sumbangan ibu ibu yang mau berkorban demi mau melihat GMIH jadi lebih baik” katanya.

Pdt Dr Eddy Sumtaki dalam sesi prtama materinya secara gamblang menjelaskan sejarah awal lahirnya konsep presbiteral sinodal yang dianut GMIH saat ini. Ia memaparkan tentang buah pikir tokoh reformasi Jhon Calvin yang mengajarkan tentang prinsipa presbiteral sinodal yang bermakna pelayanan gereja dilakukan secara bersama oleh para presbiter, Penatua dan diaken yang punya kedudukan yang sama.

“Sayangnya dalam perkembangan terahir ini, kedudukan dan fungsi penatua dan Diaken dikerdilkan. Ini mulai Nampak dengan dihilangkannya Majelis Pekerja Wilayah dan digantikan oleh Korwil. Bahkan dalam menentukan Pengurus Sinode, Para Penatua dan Diaken sama sekali tidak diberikan ruang untuk memilih” katanya

Di ahir pemaparannya, Ketua STT Dian ini memberikan usulan agar peranan presbiter  dalam pergumulan GMIH saat ini. Pertama, Pimpinan jemaat itu dijabat oleh Penatua dan Pendeta hanya menjalankan fungsi pengembalaan dalam jemaat. Dengan demikian Pendeta itu bukan ditempatkan oleh Sinode tapi diminta oleh Jemaat. Kedua, penghapusan Korwil dan pelembagaan kembali Majelis Pekerja Wilayah. Sama seperti struktur di masa lalu.  Ketiga, jika memungkinkan sebaiknya pemilihan BPHS itu dilakukan oleh jemaat secara langsung. Sebab jika BPHS hanya dipilih oleh para pendeta saja maka sebenarnya mereka bukan ketua Sinode jemaat GMIH tapi ketua Sinode Pegawai organik Gereja GMIH.

Pdt Edison Tiala yang menyampaikan materi tentang pelaksanaan Konsep presbiteraal sinodal selama ini di GMIH menjelaskan tentang bagaimana para prsbiter yaitu Penaatua, Diaken dan Pendeta di masa lalu bisa bekerja bersama sama dengan semangat melayani yang sangat tinggi. Sekalipun mereka menerima upah pelayanan yang masih sangat minim.

“Sekarang ini keadaannya sudah lain. Semangat melayani sudah mengendor sehingga jangan heran jika dewasa ini kita temui para presbiter yang melayani sudah tidak maksimal, sering terlambat dan tidak mau melayani di tempat yang berada di pelosok desa yang sulit terjangkau”

Sedangkan Dr Jubhar Mangumbulude yang membawakan materi Gereja dan Politik secara tegas dalam materinya menyatakan gereja tidak bisa buta terhadap Politik. Gereja wajib mempersiapkan warganya yang punya panggilan dalam dunia politik. Sebab menurutnya, kekuasaan itu perlu dipegang untuk mengatur kebaikan bersama.

“Hanya saja ini yang ingin saya tegaskan, Gereja tidak boleh sama sekali berlibat dalam politik Praktis. Pemimpin pemimpin gereja tidak boleh menggiring organisasi gereja dan warganya mendukung salah satu tokoh Politik atau partai tertentu. Sebab jika itu terjadi, dimana Gereja terlibat politik praktis maka di situlah sumber awal perpecahan gereja”

Dalam sesi Tanya jawab, cukup banyak presbiter yang memberikan saran dan kritikan agar nantinya Forum Peduli GMIH ini bisa memberikan rekomendasi bagi perbaikan GMIH. Sayangnya tidak semua saran dan Kritikan itu terangkum wartawan Syallomnews.

Tua tua jemaat GMIH Alfa Omega Tobelo, Yakub Lobiua SH secara tegas meminta agar ada rekomendasi khusus tentang pendidikan hukum bagi warga GMIH supaya warga gereja ini paham Hukum, Termasuk juga supaya para pemimpin gereja paham Hukum. “Jangan seperti waktu lalu, warga GMIH digiring untuk berbondong bondong melakukan demo di kepolisian menuntut penghentian proses Hukum. Sebagai mantan penegak Hukum yang juga warga GMIH, saya sangat malu dengan kejadian itu”.

Fredy Ngingi, aktifis Gerakan GMIH bersatu menyoroti khusus waktu pelaksanaan Sidang Sinode GMIH yang berdasarkan putusan SS Buli harusnya dilaksanakan bulan September 2022 tapi dimajukan ke Bulan Mei 2022 hanya lewat Putusan SMS Ternate. Menurutnya, tidak benar jika persidangan yang lebih rendah harus membatalkan keputusan persidangan gereja yang lebih tinggi.

“Jadi ada ruang bagi kita untuk meminta jemaat lewat rapat Sidi pertengahan tahun ini untuk menganulir keputusan SS Morotai. Dan kita n]bisa dorong agar di September atau Oktober nanti bisa diupayakan Sidang Sinode bersama dengan GMIH Pembaharuan. Ini kesempayan baik untuk menganulir putusan SS Morotai demi penyatuan GMIH Kembali. Sebab realita di lapangan, jemaat baik di lama dan Baru sudah punya keinginan kuat bersatu kembali”

Pdt Mesakh Pasimanyira menyorot soal penghentian Penyidikan dalam kasus dugaan pemalsuan surat “Jangan kira masalah sudah selesai. Sekarang ini SP3 Polisi itu sedang ada upaya Praperadilan dari Pelapor. Juga ada laporan dugaan kasus pemalsuan yang baru dilaporkan di Polda. Termasuk juga laporan dugaan pemalsuan surat keterangan dokter yang masih bergulir. Jadi semua presbiter GMIH dalam tanggung jawabnya secara bersama sama wajib mengkritisi soal soal seperti ini. Supaya semua warga jemaat bisa paham”

Peter Metahelemual SH MH, tua tua jemaat GMIH Elim Gura mengkritisi sejumlah peraturan yang berlaku di GMIH saat ini. Menurutnya ada aturan yang dibuat yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku di negara kita. Ia memberi contoh tentang aturan skorsing terhadap Pegawai Organik Gereja yang secara tegas dinyatakan selama masa skorsing, yang bersangkutan tidak akan mendapatkan hak apapun dari Gereja. Padahak di sisi lain, dalam UU Ketenagakerjaan, karyawan yang terkena skorsing tetap diberikan hak haknya.

Peter juga menyoroti soal banyak aturan yang dibuat di GMIH saat ini yang seperti “Tajam ke bawah tapi tumpul ke atas”.

“Ada pengurus gereja yang menceraikan isterinya, tapi tidak kena sanksi. Tapi kalau majelis yang lakukan itu langsung kena Disiplin dan dibebaskan dari pelayanan. Ada pendeta pukul majelis, tapi tidak mendapatkan sanksi. Malah dikasih jabatan dan posisi baik di gereja sebagai pengurus Sinode. Sementara ada Pendeta yang berani menyuarakan kritikan untuk perbaikan gereja lewat medsos, malah dapat Surat peringatan ke 1. Mari lewat Forum ini kita lakukan perbaikan perbaikan menuju GMIH yang lebih baik” katanya.

Pembicara lain dalam diskusi ini juga menyorot kasus pemukulan yang terjadi dalam Persidangan di Morotai lalu dan berharap kasus tersebut dilanjutkan lewat proses Hukum sampai ke Pengadilan supaya ada efek jera bagi pelakunya. Sebagian lain juga menyorot soal gemuknya Pengurus Sinode yang dinilai nantinya hanya akan memberatkan keuangan jemaat dengan setoran tetap bulanan.

Sementara tua tua jemaat Buli,  Daniel  Bowak menyatakan rasa herannya atas banyaknya pengurus Sinode yang sudah diumumkan kemarin. Ia yakin banyaknya pengurus seperti itu ke depan akan membebankan tanggung jawab jemaat saja. Malah dalam dialog tersebut secara tegas ia mengatakan mulai bulan depan sejumlah jemaat di Buli sudah tidak akan menyetor 30% lagi.

Ia malah mengeluarkan ancaman “Jauh jauh kami datang hari ini dari Buli, dalam Forum ini kami ingatkan kepada BPHS untuk jangan coba coba mengganti para Pendeta yang bertugas sementara ini di Buli dengan Pendeta yang baru. Jemaat bisa bertindak sampai ke pemalangan rumah Pastori, jika dipaksakan” katanya.

Sementara saran yang sangat sejuk dan bijak disampaikan oleh Tua tua jemaat GMIH Penatua Djidon Hangewa. Ia mengusulkan agar ide ide untuk perbaikan GMIH yang disampaikan hari ini dapat disampaikan lewat saluran yang benar dan tepat. Supaya Forum Peduli GMIH ini tidak dianggap bertujuan mau mengganggu pengurus Sinode yang ada.

“Mari kita sama sama menyampaikan hal hal ini kepada para presbiter di semua jemaat kita. Supaya dalam Rapat sidi sidi jemaat di pertengahan tahun ini, rekomendasi kita ini bisa dimasukan dalam pembahasan.  Yang nantinya di bawa dalam Sidang Majelis Sinode terdekat untuk dibahas. Itu cara yang paling tepat dan benar, supaya tidak menimbulkan kecurigaan pada Forum ini”

Sekretaris Forum Peduli GMIH, Nelman Tahe mengatakan kegiatan seperti ini akan dilakukan di beberapa wilayah dan akan dilakukan perekrutan presbiter lainnya bergabung dalam Forum ini.

“Kegiatan ini akan dilakukan lagi dengan mengundang lebih banyak lagi presbiter GMIH supaya keputusan kita menjadi representative. Sebenarnya kegiatan hari ini banyak juga teman teman presbiter yang ingin ikut. Tapi ada oknum tertentu yang menyebar isyu kalau Forum ini akan melakukan demo di Kantor Sinode. Padahal tidak demikian. Jadi mereka takut datang”.

Acara Dialog terbuka ini berlangsung sekitar 4,5 jam dan ditutup jam 20 30 Wit. Dari amatan Syallomnews sepanjang acara, tidak ada ungkapan apapun dari peserta yang berniat mendirikan GMIH yang baru lagi. Semuanya terfokus pada satu kerinduan memperbaiki GMIH lewat diskusi terbuka ini.

Seorang Diaken berinisial NF yang sempat diminta tanggapannya tentang acara ini sedikit menyayangkan karena para peserta tidak ada yang membicarakan tentang langkah penyatuan GMIH di acara dialog ini.

“Padahal kita tahu bersama hampir 100 persen jemaat GMIH baik yang lama dan baru sudah ingin GMIH satu lagi dengan satu Sinode. Seharusnya peranan para presbiter bisa lakukan itu. Sebab kalau kita berharap para Pendeta yang mau menyatukan, pasti tidak mungkin sebab mereka punya kepentingan jabatan dll”

Sementara itu wartawan Syallomnews mendapatan info bahwa dari Gerakan GMIH Bersaru sedang merancang sebuah program yang tidak melibatkan Para pendeta dan presbiter. Tapi melibatkan jemaat awam GMIH dalam program “GMIH duduk Bacarita”, yang berasal jemaat awam GMIH lama dan baru. (christ10)

 

 

 

By admin