Spread the love

Nama lengkapnya Jacobus Kamarlo Mayongpadang. Tapi orang lebIh suka memanggilnya Kobu. Saya kenal dia sekitar awal tahun 1992, saat ia menjadi anggota DPRD Kota Makassar dari Partai Demokrasi Indonesia. Saat itu saya sedang menjahitkan baju di Pasar Sentral Makassar dan Kobu juga menjahitkan pakaian dinas DPRD di sana juga. Saya kaget, ketika penjahit itu bilang “Yang tadi baru pulang itu anggota DPRD Kota Makassar”. Saya hampir tidak percaya. Kog ada anggota Dewan yang begitu sederhana. Jahit pakaian tidak di toko jahit (Taylor) terkenal di Makassar. Eh ini malah jahitnya di Pasar. Saya juga kaget saat lihat Bung Kobu pulang pakai Vespa butut yang sepertinya sudah sangat tua.

Saya penasaran. Beberapa hari kemudian saya cari tahu rumahnya dan saya bertamu. Rumahnya di Jalan Tinggimae. Mungkin rumah mertuanya yang sangat sederhana. Isterinya juga sangat baik dan ramah. Namanya Erna Rante, tapi saya lebih suka menyapanya Mama Echa, karena anak sulungnya bernama Ezra.

Saya jadi akrab dengannya karena saya tahu dia adalah senior di Persekutuan Pemuda Gereja Toraja dan saya saat itu aktif melayani di Gereja Toraja. Selain itu rupanya di senior saya di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Kobu anggota GMKI Makassar tahun 1980 dan saya baru jadi anggota GMKI Makassar tahun 1988.

Sejak saat itu kami jadi akrab. Sering saya berkunjung ke rumahnya dan kerab kali ia mendatangi tempat kost kostan saya di Bumi Tamalanrea Permai. Tentunya sambil makan mie instan, makanan wajib mahasiswa. Anggota Dewan kora Makassar ini datang tidak dengan mobil Lux tapi ia tetap pakai vespa butut dengan sepatu kets murahan dan kemeja murahan. Saat saya bilang ke teman Kost, “Itu Anggota Dewan Kota Makassar”. Teman kost saya menertawai  dan balik bilang “Ah, itu teman dari Buruh toh”. Kebetulan waktu itu saya dipercaya menjadi Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kota Makassar.

Kobu Saat masih di Makassar

Saya kagum dengan sikapnya yang bersahaja itu. Kobu selalu berkata pada saya, “Egbert, Yesus itu begitu hebat dari Sorga tapi bisa datang ke dunia dalam kesederhanaan. Masak saya yang Cuma anggota Dewan di Kota Makassar ini harus jadi sombong”.

Kobu senang bergaul dengan saya karena ia tahu saya Ketua Serikat Buruh SBSI kota Makassar. Ia pernah bilang ke saya, “Egbert, kamu hebat karena walaupun kamu masih mahasiswa tapi kamu mau jadi Ketua kaum Buruh Kota Makassar”. Ia mensupport saya dengan sejumlah dana juga saat advokasi kaum buruh. Ia sangat paham bahwa pendiri SBSI adalah Bang Muchtar Pakpahan yang juga senior kami di GMKI.

Sikap Berani yang luar Biasa

Tahun 90an itu masa kejayaan kaum Buruh Indonesia yang dipelopori oleh Muchtar Pakpahan dengan mendirikan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). SBSI dan Muchtar Pakpaham mendapat dukungan kuat dari Organisasi Buruh Internasional (ILO). Tapi di sisi lain, Resim Soeharto sangat tidak senang dengan lahirnya SBSI. Menurut menteri tenaga Kerja waktu itu, cukup SPSI saja yang menjadi organisasi tunggal buruh di Indonesia.

Malah sangking tidak sukanya Pemerintahan waktu terhadap kami, Panglima TNI Waktu itu Jendral Fasial Tanjung berkata SBSI itu organisasi terlarang dan disebut OTB (Organisasi tanpa bentuk). Malah Ketua umum kami Muchtar Pakpahan yang selama saya bersamanya saya kenal seorang Kristen yang sangat taat, tapi Pimpinan ABRI mendektredikannya dengan sebut “Beraliran paham komunis dan patut diwaspadai”.

Berita Koran Nasional yang mengekspos Sikap Kobu mengembalikan Uang rapelan

Beberapa kali demo buruh yang diprakarsai SBSI berahir ricuh. Malah saat demo buruh di Medan waktu itu berakibat Muchtar Pakpahan dan sejumlah Ketua SBSI di sejumlah daerah ditangkap (Untung waktu itu saya sebagai Ketua SBSI Makassar sempat menyingkirkan diri di Bekasi selama 3 bulan jadi aman dari tangkapan).

Kongres SBSI dibubarkan pemerintah karena tidak dikasih Ijin. Tapi kami tetap jalan tanpa takut. Sejumlah tokoh nasional seperti Gus Dur, Megawati, Sabam Surait, Sukowaluyo dan tokoh tokoh pengkritik Soeharto dari Petisi 50 mendukung SBSI.

Masa masa itu Soeharto bekuasa tanpa batas. ABRI mengintimidasi Buruh supaya jangan mau gabung jadi anggota SBSI. Saya sebagai Ketua SBSI Makassar sudah sering dipanggil menghadap di Intel Kodim Jl Lanto Daeng Pasewang dan sekali kali juga ke Polresta Makassar. Tapi syukurlah. Tidak sampai ditahan gara gara demo buruh Makassar yang dikordinir SBSI.

Bung Kobu bersedia jadi Ketua SBSI Makassar

Tekanan ABRI semakin keras kepada SBSI. Ancaman dan intimidasi sangat terasa. Intel tahu kalau ada Rapat SBSI Makassar dan mereka kirim orangnya untuk memantau rapat kami. Beberapa teman saya Pengurus Kota Makassar malah sudah mundur karena tak tahan dengan intimidasi itu.

Kuliah saya juga sudah hampir berantakan karena urusan buruh ini. Orangtua sudah marah marah. Jujur sebagai manusia saya juga agak was was dengan ancaman itu. Maka saya usulkan kepada Muchtar Pakpahan agar saya diganti sebagai Ketua SBSI Makassar untuk konsetrasi penyelesaian kuliah yang sudah masuk 7 tahun tapi belum kelar. Bang Muchrtar Pakpahan Tanya siapa yang akan siap jadi ketua di Makassar ? Saya jawab, “Bung Kobu, anggota DPRD Kota Makassar”. Bang Muchtar terperanjat kaget di telpon waktu itu. “Mana mungkin ada anggota DPRD yang mau jadi ketua organisasi buruh ini yang disebut Resim Soeharto, organisasi terlarang ?”. Saya meyakinkannya dan mengatakan saya coba pada tanya Bung Kobu. Muchtar Pakpahan setuju dan bersedia hadir dalam Konferensi Cabang SBSI Makassar.

Selesai berbicara lewat telpon itu saya berdoa. “Tuhan semoga Bung Kobu bersedia jadi Ketua SBSI Makassar”. Tidak gampang lho. Sementara jadi anggota DPRD dengan gaji begitu besar, lalu menjadi ketua organisasi yang dicap terlarang oleh pemerintah waktu itu. Konsekuensi yang bakal diterima adalah dipecat dari Partai dan kursi empuk wakil rakyat juga ikut hilang.

Tanggal 12 Desember 1992 sore, saya ke rumahnya sampaikan harapan agar Kobu bersedia jadi Ketua SBSI Makassar. Saya sampaikan juga keinginan Bung Muchtar Pakpahan itu. Kobu bersedia dan tidak menolak. Mendengar jawaban Bung Kobu di depan isterinya, saya terperanjat kaget. Hampir terjatuh dari kursi. Beliau menjawab “Yah demi membela Buruh, saya siap kalau ditunjuk Bung Muchtar. Sekalipun taruhannya adalah jabatan sebagai anggota DPRD Kota Makassar”. Isterinya Emmy Rante juga mengamini pernyataan suaminya.

Sikap yang sangat luar biasa. Saya sangat tidak yakin sikap seperti ini masih bisa ada dari para Politisi termasuk yang mengaku penganut Marhaenisme sekarang ini.

Saya membayangkan, setelah dilantik jadi ketua SBSI mungkin saja otoritas negara akan memaksa partainya untuk copot Kobu dari keanggotaan partai karena ia menjadi ketua organisasi terlarang. Tapi Puji Tuhan, sampai selesai laksanakan tugas posisinya tetap aman. Sekalipun karena jabatan ketua SBSI Makassar itu, Kobu sempat dipanggil dan ditahan intel Kodim juga.

Menolak terima uang dari Orang Suryadi

Waktu itu, Pemerintahan Soeharto sangat tidak senang dengan terpilihnya Megawati menjadi ketua Umum PDI. Maka dibuatlah upaya penggulingan Megawati dengan adanya Kongres PDI Tandingan.

Dukungan terhadap Megawati di Jawa sangat besar. Jadi kalau Kongres mau diadakan harusnya dicari tempat yang kurang pendukung Megawati, Atau minimal, tempatnya di luar Jawa supaya pendukung Megawati tidak bisa datang.

Dipilihlah Kota Makassar sebagai calon tempat Kongres PDI Suryadi. Saat itu, Kobu sudah jadi Sekretaris DPD PDI Sulsel mendampingi Andi Potji yang menjadi Ketua. Dan mereka berdua menjadi loyalis Megawati. Mereka menolak Suryadi sebagai ketua Umum PDI bentukan pemerintah. Malah waktu itu dari 27 DPD PDI se Indonesia, hanya ada 7 Ketua DPD dan 5 Sekretaris DPD yang masih loyal terhadap Megawati. Sedang yang lainnya sudah ikut mendukung Suryadi.

Saya sudah lupa tanggalnya, tapi saya masih ingat sangat jelas. Waktu kami sempat ketemu di suatu sore, Bung Kobu bilang ke saya, “Bung Egbert, Doakan saya ya supaya tetap kuat. Itu barusan dari orang orangnya Suryadi dari Jakarta ada telpon  saya. Minta nomor rekening isteri saya. Mereka mau kirim uang sekian ratus juta untuk saya dan ketua DPD. Supaya kami dua berbalik dari Megawati dan Kongres PDI bisa dibuat di Makassar. Sebenarnya saya dan isteri lagi butuh uang saat ini. Tapi saya tidak mau lakukan itu. Kami dari DPD Sulsel tetap setia pada Megawati”.  Saya kembali sangat salut akan sikap dan karakter politisi ini. Ia dan juga isterinya. Mereka tidak menjual integritas, hanya karena ingin mendapatkan uang dalam jumlah besar. Padahal saat itu mereka juga sedang butuh uang.

Terpilih ke Senayan dan tetap ingin teman teman lamanya.

Dalam pemilihan Umum 1999, Kobu dicalonkan oleh PDIP menjadi Caleg DPR RI Dapil III Sulsel dan ia terpilih. Bahkan sampai 2 periode. Dan dalam statusnya sebagai anggota DPR RI itulah ia melakukan banyak hal yang kembali menunjukan dirinya sebagai Marhaen sejati. Kobu sempat mengembalikan uang ke negara karena pernah diberikan sejumlah uang yang kelebihan 6 bulan. “Ini manipulasi namanya. Dianggarkan untuk bulan Desember, kenapa kami dibayar dari bulan Juli. Ini uang haram kalau saya terima” katanya waktu itu. Belakangan Kobu mengakui, sebenarnya waktu itu ia sangat butuh uang juga karena harus pulang ke Toraja menikahkan adiknya. Tentu butuh biaya besar. “Puji Tuhan saya tidak tergoda untuk memakai uang tidak jelas itu dan saya kembalikan uang negara itu, padahal saya sangat butuh uang juga saat itu”

Saat hampir semua fraksi setuju kenaikan BBM di era SBY, Bung Kobu melakukan aksi mogok makan di ruang depan DPR RI sebagai tanda protesnya akan rencana kenaikan BBM itu dan kejadiannya sangat fenomenal. Walau ahirnya ia harus dilarikan ke Rumah sakit akibat kekurangan air.

Rendah hati dan selalu ingat kawan lama

Tidak seperti rata rata Politisi  di Indonesia ini yang setelah terpilih jadi Pejabat Publik, selalu lupa diri dan lupa pada orang orang yang pernah membantunya, tapi tidak demikian dengan Kobu.

Pada saat Megawati menjadi Presiden RI, Kobu terpilih sebagai sekretaris Fraksi PDIP di DPR RI mendampingi Tjahyo Kumolo yang jadi ketua Fraksi waktu itu. Ia juga dipercaya Megawati menjadi Wakil Sekjen PDIP mendampingi sekjen Alex Litaay. Kobu pun menjadi orang penting di negeri ini dengan jabatannya itu.

Tapi saya sangat suka dengan sikap rendah hatinya. Ia ke Gedung DPR RI bersidang tidak menggunakan Mobil mewah layaknya legislator Senayan lainnya. Ia  hanya pakai mobil Kijang tua. Bahkan kadang kalau mobilnya harus masuk Bengkel. Kobu terpaksa naik Angkutan umum Bis kota untuk menuju kantornya itu.

Saat pulang liburan Natal dan Tahun baru, ia bersama keluarga  tidak naik pesawat dari Jakarta ke Makassar. Tapi sekeluarga mereka naik Kapal Pelni dengan kelas ekonomi. “Naik kelas ekonomi supaya saya bisa bercerita dengan banyak orang menggali dan menyerap aspirasi mereka yang bisa diperjuangkan Partai kami di DPR RI” katanya kepada salah satu media Nasional saat itu.

Kobu setelah jadi orang penting saat itu bukan jadi manusia sibuk yang sulit ditemui oleh teman teman lamanya. Malah kalau ia pulang liburan (Bukan kunjungan kerja), tidak segan ia menghubungi saya dan teman teman lain sekedar duduk bercerita di Student centre GMKI Jl Bawakaraeng. Ia belikan makanan sederhana dan kami makan bersama. Sudah tentu setelah selesai berbagi cerita itu, kami dititipkan sedikit uang katanya untuk beli bensin.

Rumahnya juga tak pernah tertutup di Jalan Tinggimae saat ia datang di Makassar. Beberapa kali  saya undang wawncara berbagi kesaksian di radio Cristy tempat saya bekerja saat itu. Sekalipun sangat padat aktifitasnya tapi Kobu tak pernah menolak satu kalipun.

Kobu tidak pernah lupa teman lamanya. Dia tidak pernah lupakan saya karena pada masa masa sulit dalam hidupnya, saya bersama dengan beberapa teman selalu ikut menopangnya dengan doa. Saat ia dan keluarga lagi sangat butuh uang, lalu datang tawaran dari kelompok PDI Suryadi, kami tetap doakan agar ia lolos dari godaan itu dan Puji Tuhan ia berhasil melewatinya. Jadi Kobu tetap ingat saya sebagai temannya.

Satu permintaannya yang tidak bisa saya penuhi waktu itu. “Bung Egbert kalau ada urusan di Jakarta, jangan tinggal di Hotel ya. Tinggal saja di rumah dinas saya” katanya selalu.

Ah, saya tidak pernah penuhi permintaannya itu. Malah kadang saya ke Jakarta untuk urusan bisnis, saya menghindari untuk bertemu dengannya, Saya takut ia suruh keluar dati Hotel dan tinggal di rumah dinasnya,

Tahun tahun itu saya punya usaha. Jadi sering bolak balik Jakarta. Jika secara kebetulan kami ketemu di bandara, buru buru ia mengejar saya. Berbincang sebentar. Lalu ia membuka dompetnya dan memberi uang 100 ribu sambil berucap “Uang beli permen” katanya. Ia tidak tahu kalau saya saat itu naik pesawat kelas eksekutif. Jadi tak ada artinya uang 100 ribu waktu itu. Tapi ketulusannya pada persahabatan, itu yang buat saya terharu dan menghormatinya. Kobu sudah jadi orang hebat, tapi tetap ingat sahabat lamanya.

Saat menjadi wakil sekjen PDIP di awal 2000an, ia beberapa kali mengajak saya masuk PDIP. Ia malah penah bilang, jika saya mau, ia siap dorong di DPP supaya saya bisa jadi Sekretaris PDIP Kota Makassar waktu itu. Tapi saya menolaknya karena waktu itu saya sudah lebih dahulu dipercaya Dr Ruyandi Hutasoit menjadi pendiri Partai Damai Sejahtera (PDS) Sulsel dan menjadi ketua pertama. Kobu menghormati pilihan saya ini.

Menurut saya, sampai saat ini saya belum pernah menemukan seorang Politisi Kristen yang berhati mulia seperti Kobu. Ia bisa saja kaya raya dengan posisinya waktu itu. Tapi sampai ahir jabatannya dan ia sudah tidak menjadi anggota DPR RI lagi, keadaan ekonomi keluarganya biasa biasa saja. Malah kadang ia berjualan buku buku pelajaran dan itu ia tawarkan ke daerah daerah termasuk kepada saya.

Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari Politisi yang sangat langka ini ?

  1. Kobu seorang yang rela korbankan jabatannya demi membela orang kecil
  2. Kobu tidak tergoda untuk menjadi politisi cinta uang
  3. Kobu adalah manusia yang sangat konsisten pada pendiriannya dalam memperjuangkan kaum termarginal
  4. Kobu adalah seorang politisi hebat yang tidak pernah lupa pada orang orang yang pernah berjuang bersamanya

 

Jadi wajar kalau sahabat baiknya gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo berkata “Jika hari ini di DPR RI ada 10 orang seperti Kobu, maka saya yakin besok hari Indonesia pasti akan jadi sangat baik”.

Saya brtdoa semooga Kobu masih mau terjun lagi ke pentas Politik nasional di 2024. Semoga Megawati masih mau mencalonkannya sebagai Caleg dari Sulsel III bersama PDIP yang sangat dicintainya hingga sekarang ini.

Kobu, saat Peristiwa 27 Juli, hanya tinggal ia dan 4 teman lainnya dari 27 sekretaris DPD PDI yang tidak mau ikut PDI Suryadi. Harusnya orang yang setia pada Megawati seperi inilah yang selalu dikedepankan Partai moncong putih.

 

Tobelo 15 Juli 2022

Inspirasi Subuh ditulis oleh :

Egbert Hoata, sahabat dekat Kobu.

 

 

By admin