Spread the love

Tiga kali Pilkada Halmahera Utara sejak pertama kali dilakukan pada tahun 2005, hingga 2010, dan 2015, selalu dimenangkan oleh pasangan dengan kombinasi dukungan masyarakat kristen dan masyarakat muslim. Ir Hein Namotemo Bupati dua periode (2005 – 2015) menggandeng dua wakil dari kalangan muslim sebagai wakilnya; Arifin Neka,SH (2005-2010) dan DR Rusman Soleman (2010-2015), lalu pola yang sama masih berlanjut ketika Bupati Ir Frans Manery pada periode pertamanya  yang akan segera berakhir ini menggandeng Muchlis Tapi-Tapi, S.Ag, dan saat tulisan ini dibuat, diperoleh informasi bahwa pasangan ini masih akan lanjut bertarung memenangkan periode kedua. Dari sisi keterwakilan keagamaan, umumnya tidak banyak pilihan karena didominasi komunitas kristen kemudian menyusul muslim.

Dari sisi keterwakilan kewilayahan, kabupaten ini terbagi atas tiga daerah pemilihan yakni daerah pemilihan satu (tobelo dan sekitarnya), daerah pemilihan dua (Galela, loloda), dan daerah pemilihan tiga (seluruh kao dan malifut). Pada dua periode pertama Pilkada, bupatinya dari Tobelo dan wakilnya dari Galela (Arifin Neka dan Rusman Soleman). Pada periode yang akan berakhir ini bupati dan wakil bupatinya(Frans dan Muchlis) sama-sama dari Tobelo (daerah pemilihan satu). Nampaknya aspek kewilayahan tidak terlalu memberikan pengaruh yang significant pada kandidat  yang maju. Selain aspek keagamaan dan kewilayahan, ada faktor Partai Pengusung. Selama dua Pilkada sebelumnya Partai Golkar selalu menjadi pemenang, yakni pada Pilkada 2005 dan 2010, sedangkan pada Pilkada 2015 karena masalah dualisme kepengurusan, maka Golkar Halut hanya menjadi pendukung karena pasangan Frans Muklis diusung PKPI dan Nasdem. Walaupun kader Golkar menang, tetapi pada dua Pilkada terakhir(2010 dan 2015) PDI Perjuangan berada pada posisi kedua dan nyaris memenangkan dua pertarungan terssebut. Karena itu untuk Pilkada kali ini, kombinasi terkuat pertama adalah Golkar dan PDI Perjuangan: Ir.Frans Manery – Joel Wogono SH. Kombinasi pasangan kuat kedua yang juga handal adalah PDIP-PKPI (Joel Wogono-Abner Nones). Kombinasi kedua ini akan menguat jika incumbent Frans Manery masih mau menggandeng Muchlis (Nasdem) dan bukan kader terbaik PDI Perjuangan Joel Wogono.

Pola yang kurang lebih agak paten adalah aspek keterwakilan keagamaan yang direpresentasikan oleh bupati yang kristen dan wakil bupati yang muslim. Di luar pola paten tersebut, belum pernah ada kajian yang membuka peluang kemenangan kepada pasangan kristen-kristen dan muslim-muslim. Dalam pengamatan Penulis, kombinari lain yang cukup memberikan pengaruh dalam pertarungan Pilkada selama ini adalah pasangan calon bupati muslim dan wakil bupati kristen (kasman dan on lalonto). Kombinasi ini juga pernah terjadi pada tahun 2005 (Mochtar Balakum-Jakob Lobiua, dan Rusli Sibua-Leonard Masahe), tetapi hasil yang dicapai pada saat itu jauh dibawah apa yang dicapai pasangan Kasman-On pada tahun 2015. Bisa jadi karena ada dua pasangan dengan pola muslim-kristen yang maju pada saat bersamaan saat itu, sedangkan di tahun 2015, hanya satu pasangan muslim-kristen (kasman-On) sehingga hasil yang dicapai pun masih lebih baik walaupun masih kalah juga. Pada Pilkada tahun 2010, pernah pula maju kombinasi pasangan kristen-kristen (dr.Arend Mapanawang-Swaner Babua), tetapi ketokohan keduanya di kalangan masyarakat kristen sangat jauh dibawah Hein Namotemo dan Frans Manery,terkesan berspekulasi dan tidak serius, buktinya pada saat injury time, merapat ke incumbent saat itu Hein Namotemo.

Dalam sejumlah diskusi lepas dengan rekan-rekan politisi, Penulis menangkap kesan yang kuat, ada semacam perasaan tidak nyaman jika yang dimajukan adalah pasangan kristen-kristen. Alasan yang dikemukakan umumnya adalah soal “pewarnaan”; kalau calon bupatinya kristen sebaiknya wakilnya muslim, demikian pula sebaliknya. Dalam pandangan sejumlah sahabat diskusi ini terlihat tidak adanya ruang untuk pasangan kristen-ktisten dan muslim-muslim. Pendapat mereka diperkuat oleh fakta selama ini bahwa selama tiga kali Pilkada yang berlangsung di Halmahera Utara, selalu yang menang adalah calon bupati yang kristen dan wakilnya yang muslim. Pandangan, analisis dan argumentasi para sahabat ini terasa sangat meyakinkan, walaupun terkesan ada semacam “minority syndrome” (gejala katekuatan sebagai kaum minoritas) di daerah ini dimana sebagian besar para sahabat itu menjadi mayoritas.

Penulis berbeda pendapat dengan mereka dalam arti selalu bisa terbuka peluang untuk kombinasi pasangan kristen-kristen dan muslim-muslim, dengan argumentasi sebagai berikut: Pertama, politik itu dinamis, segala sesuatu sangat cair dan dapat saja berubah hanya dalam hitungan menit. Karena itu tidak ada satu pola kombinasi pasangan pun yang boleh diklaim sebagai paten. Jika terjadi perubahan-perubahan sosial tertentu di masyarakat yang tidak terduga, dan kombinasi pasangan calon bupati dan wakil yang jauh lebih diuntungkan dan dimungkinkan untuk menang adalah kristen-kristen, atau muslim-muslim, mengapa tidak didorong untuk maju bertarung? Disini bukan karena soal kristennya atau muslimnya, tetapi soal peluang terbesar kemenangannya. Jika kristen-kristen lebih berpeluang menang mengapa tidak? Jika muslim-muslim lebih berpeluang menang mengapa tidak?  Kedua, Penulis sering menegaskan perasaan tersinggung dengan pandangan seolah-olah kalau pasangan calon kristen-kristen maka ini menjadi suatu hal yang negatif dan tidak nasionalis., atau kalau pasangannya muslim-muslim seolah-olah tidak nasionalis. Pendapat seperti ini lebih dilandasi negatif thinking, rasa tidak percaya diri dan ketakutan yang irasional. Kombinasi pasangan muslim-muslim sudah dibuktikan kekuatannya pada Pilkada di Kabupaten-Kabupaten yang masyoritas muslim. Dan selama ini terbukti tidak pernah ada masalah apapun dengan kaum minoritas kristen di daerah tersebut. Ggereja-gereja tetap diibantu, perjalanan ziarah para pendeta ke Yerusalem tetap diagendakan. Maka di Halut ini, tidak ada salahnya kalau ada partai yang merekomendasikan pasangan bupati dan wakil bupati kristen-kristen. Peluang kemenangan kombinasi pasangan ini tetap sangat terbuka. Jika paket Frans Manery dan Joel Wogono direkomendasikan oleh DPP Golkar dan PDI Perjuangan, atau paket Joel Wogono – Abner Nones yang direkomendasikan oleh PDIP dan PKPI, peluang kemenangan dua kombinasi paket ini berada pada tingkat  kemungkinan terbesar alias hampir dapat dipastikan menang.

Penulis adalah Wakil Ketua Bidang Politik Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) Maluku Utara

 

 

By admin