Brenda Rakinaung bersama anaknya dan Pengacara Egbert Hoata SH

(SN-TOBELO) Sudah jatuh, kena tangga pula. Mungkin ungkapan ini yang paling pas diberikan pada Brenda Rakinanung. Ia bersama suami dan anaknya mendirikan Rumah makan Mawu Mapia yang beralamat di Desa WKO Kec Tobelo tengah pada bulan Mei 2018 lalu. Belum berjalan satu minggu, Brenda mendapatkan pesanan nasi dos sebanyak 5000 dos seharga Rp 25 ribu/dos dan 5000 dos snack seharga Rp 9 ribu/dos. Total pesanannya adalah Rp 175 juta.

Yang mendatangi Brenda adalah seorang Ibu bernama Sitti, yang adalah team sukses salah satu Pasangan Calon Gubernur/Wakil Gubernur untuk digunakan dalam kampanye akbar pasangan calon tersebut di MKCM Tobelo tanggal 7 Juni 2018.

Pesanan itu ditindaklanjuti oleh pengurus Partai pendukung, bernama Wisye atas arahan Ketua Partai di Halut. Brenda Rakinaung dijanjikan bahwa makanan dan snack yang dipesan itu akan langsung dibayar setelah kampanye akbar selesai. Kalimat yang diungkapkan oleh Wisye dan ketua Partai kepada Brenda adalah yang memesan ini adalah pasangan calon yang berstatus “orang basar dan sedang menjabat”, sehingga tidak mungkin tidak dibayar.

Atas dasar janji itulah, Brenda berembuk dengan suaminya dan anaknya untuk meminjam uang di Koperasi serta berhutang ke sejumlah toko untuk bahan bahan makanan pembuatan pesanan tersebut. Ia berjanji akan melunasi semuanya dalam waktu tidak lebih satu minggu.

Brenda terpaksa mengerahkan sejumlah tenaga kerja dengan membayar upah mereka karena pesanan yang teramat banyak itu. Tapi syukurlah, tepat tanggal 7 Juni 2018 ia berhasil menyediakan 5000 dos nasi bungkus dan 5000 dos snack yang langsung dibagikan pada peserta kampanye akbar dari pasangan calon tersebut.

Berharap bisa mendapatkan untung dari proyek tersebut, Brenda dan keluarganya malah mendapatkan buntung. Karena setelah pelaksanaan kampanye, pembayaran pesanan makanan itu senilai 175 juta sama sekali tidak dilunasi. Sementara ia harus dikejar  pemilik toko  mana bahan makanan itu ia ambil dengan janji seminggu sudah dilunasi.

Orang orang yang dulunya memesan makanan itu malah saling melempar tanggung jawab. Brenda bersama anaknya yang sedang hamil harus bolak balik dari Tobelo ke Sofifi menemui pasangan calon itu, tapi hanya janji janji yang mereka dapatkan. Sementara di sisi lain, para pemilik barang dan koperasi datang melakukan penagihan setiap hari. Terpaksa Brenda harus menutup Rumah makan yang baru dibukanya seminggu  itu. Barang barangnya di sita orang karena dianggap berbohong. Motor kreditnya ditarik dealer karena tidak mampu dibayar angsurannya.  Ia dan keluarganya harus lari meninggalkan rumahnya karena sering didatangi orang orang tempat ia berhutang dulu untuk membeli bahan makanan bagi kampanye itu.

Brenda bersama anaknya harus ke Sofifi menemui pasangan Calon itu dengan berhutang pada sopir lintas berulang ulang. Kadang bersama anaknya yang sedang hamil, mereka kelaparan di Sofifi akibat tidak ada uang membeli makanan. Malah anaknya yang hamil pernah pingsan di Sofifi dan terpaksa dilarikan ke RSU di Galala.Malah mereka menemui kediaman pasangan Calon itu di Ternate hanya untuk mempertanyakan pelunasan. Tapi hasilnya nihil. Sementara Brenda sudah dikejar kejar orang begitu banyak.

Setelah berupaya hampir empat bulan, barulah pada bulan Oktober, Pasangan Calon itu meminta seorang pengusaha di Tobelo membayar 50 juta kepada Brenda. Nilai itu masih sangat kurang dibanding hutangnya yang mencapai hampir 100 juta, baik di Koperasi dan toko bahan makanan.

Akibat sudah bosan dijanji janji untuk pelunasan pesanan makanan yang sudah hampir satu tahun ini, akhirnya Brenda Rakinaung dan suaminya mendatangi Kantor LBH Rakyat Halut untuk meminta bantuan penyelesaian secara hukum kasus ini. Mereka telah menandatangani surat kuasa kepada Advokat Egbert Hoata SH untuk menggugat terhadap timses pasangan calon tersebut.

Dikonfirmasi Syallomnews di kantornya Sabtu (22/3), Egbert Hoata membenarkan hal itu.

“Benar, saya telah menerima kuasa dari Ibu Brenda Rakinaung untuk menggugat pasangan Calon tersebut yang melakukan wanprestasi. Kami sudah dapat data bahwa pesanan makanan itu memang atas perintah pasangan calon untuk melayani pendukungnya yang akan menghadiri kampanye akbar yanggal 7 juni itu. Malah katanya ada tersedia dana untuk itu. Tapi buktinya pesanan itu baru dibayar 30 persen. Kasihan sekali, orang kecil menjadi korban.Rumah makannya ditutup. Barang barangnya ditarik. Mereka dikejar kejar penagih hutang, dicap pembohong. Sementara mereka pasangan calon dan tim suksesnya  sudah lupa akan tanggung jawabnya” katanya dengan nada tinggi.

Egbert berjanji, dalam waktu dekat ini akan menyurati dan menemui pasangan Calon tersebut untuk mempertanyakan kesungguhan mereka melunasi pembayaran makanan itu. Jika masih tidak direspon maka ia selaku kuasa hukum dari Brenda Rakinaung akan mendaftarkan gugatan wanprestasi.

“Pernah ada Ibu Brenda dan Ketua Partai Pendukung pasangan calon itu buat kesepakatan di Polres Halut untuk usaha pelunasan secepatnya tapi sayang tidak ada hasil. Karena itu tidak ada pilihan lain. Saya selaku kuasa hukum Ibu Brenda akan surati pasangan calon tersebut dulu dengan tembusan ditujukan ke partai partai pendukungnya di tingkat propinsi. Jika tidak ada hasil, satu satunya jalan proses hukum” ujar pengacara yang saat ini banyak menangani kasus kasus hukum rakyat miskin di Halut ini.

Ia sangat menyayangkan jika masalah ini harus diselesaikan lewat jalur hukum. Sebab bisa menimbulkan kesan negatif sebagai pasangan calon yang tidak bertanggung jawab dan “pangbafoya” pada masyarakat.

Egbert Hoata berharap agar timses pasangan calon tersebut, bersama partai pengusungnya ikut membantu mempercepat pelunasan pesanan makanan saat kampanye ini yang sudah tertunggak sampai setahun ini, agar masalah ini tidak berkembang luas menjadi masalah hukum dan nama baik pasangan calon itu di masyarakat Maluku utara tidak jadi rusak (bar5)

 

 

 

 

 

 

 

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *