(TOBELO – SN) Pilkada Halmahera utara 2010 bagi penulis, ini adalah Pilkada yang sangat dilematis. Ada 2 paslon yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan Penulis. Frans Manery – Rusdy Djoge dan Hein Namotemo – Rusman Soleman. Kedua calon bupati adalah orang berdarah Gamlaha Kec Kao utara. Bukan itu saja. Mereka punya hubungan kekeluargaan dengan keluarga penulis. Ibu Frans Manery dan Ibu penulis adalah bersaudara kandung.
Sedangkan Ibu Hein Namotemo bermarga Barany yang tinggal di desa Gamlaha. Tak bisa disangkal jika antara Hoata dan Barany itu punya hubungan kekerabatan yang sangat dekat sejak dulu kala di Kao. Hoata – Barany itu bersaudara dari leluhur yang sama.
Tapi karena kedekatan kami dengan Frans Manery yang pernah tinggal bersama kami di Ternate kurang lebih 5 tahun saat masih bersekolah, penulis dan saudara lain harus mengambil sikap lebih memilih Frans – Rusdy pada Pilkada itu. Sebuah pilihan yang dilematis juga. Beresiko juga. Sebab saat itu ada saudara penuulis yang sedang menduduki “posisi baik” dalam pemerintahannya Hein namotemo – Arifin Neka.
Pilkada usai dan pemenangnya adalah Jiko Ono (Hein – Rusman). Otomatis penulis dan keluarga mulai menjadi “korban” kebijakan pemenang yang menguasai pemerintahan saat itu.
Mulailah penulis bersama LP2TRI (Lembaga Pemantau Penyelenggara Trias Politika) Halmahera utara mengkritisi segala kebijakan pemerintahan Jiko Ono waktu itu. Tak ada yang terlewatkan dikritisi. Kritik itu disampaikan ada yang lewat media massa, ada juga lewat aksi unjuk rasa dll.
Boleh dibilang waktu itu, penulis dan LP2TRI Halut benar benar jadi kritikus yang tak bosan menelanjangi apapun itu kebijakan Jiko Ono. Malah boleh dibilang hubungan itu sudah sangat buruk. Pembayaran sejumlah hak PNS yang sedikit tertahan waktu itu menjadi sorotan LP2TRI sampai pada tuntutan permintaan pengunduran diri Jiko Ono. Padahal semua tahu waktu itu, memang ada kendala keuangan terutama transfer pusat yang tertahan.
Januari 2011 penulis sebagai pemimpin radio Syallom mendapat kepastia bahwa Pdt Gilbert Lumindong yang dikenal sebaai pendeta “sejuta umat” menyatakan kesediaannya datang ke Tobelo dalam acara KKR bersama radio Syallom.
Acara ini disiapkan penulis bersama beberapa rekan rekan hamba Tuhan di Kota Tobelo selama 8 bulan. Rencana acara bulan agustus 2011. Penulis mencoba mencari solusi untuk pembiayaan. Sebab mendatangkan hamba Tuhan paling terkenal di Indonesia itu, sudah tentu butuh biaya besar.
Sambil persiapan dilakukan, tak henti henti kritikan terus diberikan Kepada pemerintahan Jiko Ono lewat media dan memobilisir beberapa demo waktu itu.
Acara ini butuh biaya sangat besar. Tapi penulis tak mau buat proposal meminta bantuan pemerintaha kabupaten saat itu. Sebab penulis sadar posisi. Saat itu sdang menjadi “seteru” pemerintahan Jiko Ono. Mana mungkin mereka akan memberi supporting dana untuk acara yang besar ini. Lagi pula kondisi keuangan waktu itu lag kekurangan dan kesulitan membayar sejumlah hak PNS. Sangat mustahil pemkab bisa membantu.
Promosi gencar dilakukan. Halmahera utara sempat heboh karena tak ada yang menyangka Pendeta terkenal selevel Pdt Gilbert Lumoindong bisa berKKR di kota kecil seperti Tobelo ini.
Penulis ingat sekali waktu itu. Seminggu jelang acara. Penulis dibungi Kabag Umum dan protokoler Judihard Noya yang meminta untuk menemuinya di kantor Bupati. Saat bertemu, Judihard Noya mengatakan “Pak Bupati tanya, apakah pak Egbert dan panitia tak butuh uang untuk acara KKR Pdt Gilbert ? Kenapa tidak kasih masuk proposal ?”
Menurutnya, Pak Bupati Hein yang tanyakan hal itu. Saya agak terperanjat kaget dari tempat duduk. Saya sadar. Saya benar benar saat itu lagi gencar gencarnya “menyerang” dan menkritik segala kebijakan Bupati Hein. Tapi tiba tiba ada tawaran menarik ini ?
“Pak Bupati bilang hamba Tuhan besar yang datang ke daerah kita ini sudah tentu Peemkab harus mendukungnya, tanpa peduli siapa yang mengundangnya” katanya.
Woww. Sangat surprise. Penulis hampir hampir tak percaya kebaikan dan ketulusan Pak Hein saat itu. Ia sangat peduli dengan pelayanan pekerjaan Tuhan. Tanpa melihat embel embel lain. Tanpa lihat siapa yang menyelenggarakan acara itu. Tanpa ingat dan melupakan orang yang adakan acara itu apakah orang yang mendukungnya di Pilkada atau malah sementara begitu gencar mengkritiknya tak habis habis.
Dan benar saja. Bupati Hein lewat bantuan kabag hukum dan protokoler bisa membantu panitia sebesar 15 juta rupiah. Sebuah jumlah yang sangat membantu panitia. Acara itu akhirnya sukses dihadiri sekitar 5000 an orang di depan kantor bupati Halmahera utara.
Malah saat acara Bupati Hein datang dan duduk bersama penulis yang selalu mengkritiknya. Duduk berdampingan di panggung. Ia sempat diberikan sebuah buku renungan dan didoakan oleh Pdt Gilbert Lumoindong jelang acara selesai.
Sikap bupati Hein Namotemo memang patut dicontoh. Ia berhati tulus. Ia tak ingat orang orang yang mungkin brseberangan dengannya. Yang penting pekerjaan Tuhan bisa terlaksana di daerah yang dipimpinnya.
Dalam sambutannya di acara KKR waktu itu, Bupati Hein Namotemo berkata “Kami pemerintah kabupaten Halmahera utara sangat bersyukur dengan kehadiran Pak Pendeta Gilbert Lumoindong yang dikenal sebagai pendeta sejuta umat masih mau datang ke daerah kami ini. Bapak Pendeta datang di daerah kami ini. pasti berkat Tuhan akan bertambah tambah bagi Halmahera utara”
Sampai saat ini, Penulis kalau ingat ketulusan hati Ir Hein Namotemo dalam acara KKR itu hanya bisa berucap, “Terima kasih Tuhan sudah menghadirkan pemimpin berhati tulus seperti beliau yang sangat cinta pekerjaan Tuhan di Halmahera utara”
Ternyata banyak hal hal baik yang dimiliki Om Hein yang ternyata tak diketahui banyak orang.
Tuhan selalu berkati Om Hein dalam masa masa hidupnya. Amin
