(Syallomnews-Tobelo) Pusat pengembangan Anak (PPA) adalah sebuah wadah pembinaan anak yang dimiliki oleh Gereja. Wadah ini membentuk karakter anak anak dari latar belakang kurang mampu untuk menjadi anak yang bagus sprititualnya lewat pembinaan keagamaan. Selain itu anak anak diberikan asupan makanan bergisi sehingga mereka yang dibina akan menjadi anak sehat secara jasmani. Pendidikan intelektual juga menjadi perhatian sehingga anak anak binaan PPA akan bertumbuh menjadi anak cerdas dan punya masa depan yang gemilang. Selain itu, PPA juga adalah sebuah wadah pembinaan yang sangat konsen pada perlindungan anak dari tindakan kekerasan.
Sejak tahun 2018 lalu, PPA yang ada di 12 jemaat se Halmahera utara telah menjalin kesepakatan dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Halut dalam hal pendampingan anak anak binaan 12 PPA ini, jika sekiranya mereka mengalami kekerasan baik fisik, psikis dan kekerasan seksual. Kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk Memorandum of Understanding, yang berlaku dari Tanggal 1 juni 2018-31 Mei 2019.
Sepanjang kurun waktu tersebut, pernah terjadi belasan kasus kekerasan pada anak anak PPA se Cluster Halut. LBH Rakyat Halut telah mengambil peranan untuk melakukan pengawalan di tingkat Pemeriksaan Polisi, Kejaksaan sampai saat pembacaan Vonis dari majelis Hakim.
Dan dari pengawalan LBH Rakyat Halut itulah, sepanjang tahun 2018 lalu ada sejumlah kasus kekerasan yang mana anak PPA menjadi korban, yang tertahan lama di Penyidik, bisa didesak oleh pengacara LBH sehingga kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan.
Malah dalam sejumlah kasus kekerasan yang dialami anak anak binaan PPA, LBH Rakyat Halut sampai ikut mengawal dalam proses pelaksanan sidang.
“Kami benar benar memantau kinerja Polisi, Jaksa dan Hakim dalam hal penanganan kasus kekerasan anak yang dialami oleh anak binaan PPA ini. Kalau kami rasa ada sesuatu yang janggal dalam proses penanganan dan pemeriksaan, kami tidak segan segan mengadukan institusi mereka baik ke Komisi kepolisian, Komisi kejaksaan atau Komisi Yudisial” kata Egbert Hoata.
Ia mengakui sebagai pengacaranya PPA Secluster Halut, kehadiran para Pengacara LBH Rakyat Halut dalam mendampingi anak anak korban kekerasan sangat membantu. Sebab para penegak hukum yang ada bisa serius menangani kasus yang ada. Sebab mereka tahu ada Pengacara yang menilai kinerja mereka apakah sudah sesuai KUHAP atau tidak.
“Kami bersyukur karena beberapa kasus kekerasan anak PPA, yang sempat mandeg beberapa tahun bisa kami angkat kembali dan pelakunya sudah divonis bersalah. Kami lihat juga Jaksa penuntut umum, juga selalu menuntut tersangka dengan ancaman hukuman maksimal. Demikian juga putusan Hakim juga mengakomodir rasa keadilan korban dan keluarganya selama ini” ujar Pria yang berprofesi sebagai pengacara ini.
Egbert Hoata menjelaskan secara jujur bahwa dalam membantu masyarakat Halut selama tahun 2018 lalu, lembaganya sama sekali tidak pernah mendapatkan bantuan keuangan dari Negara dan daerah sekalipun, tapi ia bersama 4 pengacara LBH lainnya, tetap konsisten membantu masyarakat yang membutuhkan.
“Anak anak yang dibina PPA itu, dasarnya memang dari latar belakang orangtua kurang mampu. Jadi kami dengan senang hati selama tahun lalu banyak terlibat mengadvokasi mereka tanpa ada bayaran untuk jasa pengacara. Ini adalah bagian pelayanan kami kepada Tuhan sesuai dengan profesi kami”
Menyadari akan pentingnya kehadiran LBH dalam penanganan kasus kekerasan yang mana anak PPA yang menjadi korbannya, maka lewat pertemuan para kordinator PPA se Cluster Halut, telah disepakati untuk melanjutkan kerjasama yang terjalin selama ini dengan LBH Rakyat Halut untuk Tahun 2019 – 2020.
Athler Romony, salah satu kordinator PPA dari Jemaat Ikhtus Wari kepada Syallomnews selesai rapat terbatas pekan kemarin mengatakan bahwa seluruh 12 PPA se Halut telah sepakat jika untuk tahun 2019 – 2020 ini PPA se Halut masih tetap bekerjasama engan LBH Rakyat Halut dalam pendampingan hukum bagi anak anak PPA yang menjadi korban kekerasan.
“Nantinya jika ada anak anak kami di PPA yang jadi korban kekerasan maka pengacara LBH Rakyat Halut yang akan mewakili kepentingan hukum anak anak itu. LBH yang akan lapor ke Polisi, LBH yang akan kawal di Kejaksaan. Mereka juga akan mengamati secara saksama tuntutan Jaksa penuntut umum terhadap tersangka. Mereka juga akan mengikuti jalannya sidang sampai vonis Hakim. Jika di rasa ada sesuatu yang janggal dari perilaku Polisi, Jaksa dan Hakim, maka teman teman pengacara LBH yang akan mengadukan mereka ke komisi pengawas (Komisi Kepolisian, Irwasum Mabes Polri, Komisi Kejaksaan, Jaksa Agung Bidang pengawasan, Komisi Yudisial dan Hakim Agung Bidang pengawasan MA) yang ada di Jakarta. Dengan demikian harapan kami aparat penegak hukum di Halut tidak main main dengan kasus kekerasan anak yang menimpa anak anak kami” katanya.
Athler juga menyampaikan terima kasih kepada Direktur LBH Rakyat Halut yang tidak memungut jasa pengacara dalam mendampingi anak anak PPA korban kekerasan ini.
“Kecuali jika anak PPA yang jadi terlapor atau tersangka, yah Staf PPA juga akan berkordinasi dengan Pengacara LBH untuk pendampingan bagi mereka. Tapi catatannya orangtua si anak yang harus berperan lebih besar, sebab PPA hanya memberikan perlindungan pada anak anak yang menjadi korban dan bukan pelaku”.
Ia berharap dengan diperpanjangnya MOU antara PPA dengan LBH Rakyat Halut ini maka angka kejahatan kekerasan pada anak anak di Halut akan semakin berkurang.
“Setidaknya para pelaku yang biasa melakaukan kekerasan terhadap anak tahu, kalau ada pengacara LBH yang siap damping para korban anak anak PPA di 12 Jemaat se Halut” katanya.
Dari informasi yang diperoleh Syallomnews, perpanjangan kerjasama ini meliputi : Pendampingan anak anak PPA yang menjadi Korban kekerasan, pendampingan bagi anak anak PPA yang menjadi terlapor/tersangka, Ceramah perlindungan anak bagi Orangtua anak PPA serta pelaksanaan Workshop Paralegal bagi Kordinator dan staf SPA yang akan dilaksanalan bulan Oktober nanti (iut6)