(SN – TOBELO) Bertempat di Gereja GMIH Ikhtus Wari, Jumat (14/6) dilaksanakan penandatanganan Kesepakatan bersama (MOU) antara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Halut dengan Pusat pengembangan Anak (PPA) dari 12 jemaat se Halmahera Utara.
Penandatanganan MOU ini merupakan perpanjangan kerjasama yang sudah dilakukan antara kedua Lembaga tersebut yang sudah dimulai setahun lalu sejak Mei 2018.
Mewakili LBH Rakyat Halut, Egbert Hoata SH selaku Direktur sedangkan dari PPA langsung diwakili oleh 12 Kordinator yang ada. Mereka berasal dari PPA : Duma, Soatobaru, Togawa, Ruko, Wari, MKCM, Gosoma, Tanjung Niara, Leleoto, Pediwang, Tunuo dan Kao.
Seperti kesepakatan tahun yang lalu, MOU yang ditandatangani tersebut masih tetap berisi Komitmen 12 PPA se Halut dan LBH Rakyat Halut untuk memberikan perlindungan terhadap anak anak yang dibina PPA yang menjadi korban tindakan kekerasan.
Dari naskah yang sempat dibacakan dan dirillis ke media Syallomnews, tercantum beberapa kewajiban LBH Rakyat Halut dalam mengadvokasi 3000an anak yang dibina PPA seHalut saat ini.
Pasal dua sampai empat dalam MOU ini memuat kewajiban LBH Rakyat Halut untuk mendampingi korban kekerasan anak saat membuat laporan Polisi, mendampingi korban dan saksi saat diperiksa dan ikut mengawasi penanganan laporan tersebut apakah sudah sesuai dengan KUHAP atau Peraturan Kapolri tentang manejemen penanganan kasus Pidana. Termasuk di dalamnya kewajiban LBH dalam memastikan waktu penanganan Polisi atas laporan kekerasan anak itu, apakah dilakukan cepat ataukah lambat.
Selain itu, dalam MOU ini juga LBH Rakyat Halut diberikan wewenang untuk ikut memantau perilaku dan sepak terjang aparat penegak hukum lainnya dalam proses hukum anak PPA korban kekerasan ini. Seperti ikut mengawasi apakah seorang Jaksa penuntut umum benar benar berfungsi sebagai pengacara korban atau malah justeru tindakannya lebih menguntungkan terdakwa. Seperti misalnya membacakan tuntutan ringan, karena ada factor “X” antara Oknum Jaksa dengan keluarga terdakwa.
Sedang untuk pendampingan dalam proses pemeriksaan di persidangan, LBH Rakyat Halut akan tetap berada pada barisan terdepan dalam hal mengamati perilaku Hakim dalam pemeriksaan perkara kekerasan pada anak PPA ini. Malah sampai pada tingkatan, ikut mendengar pembacaan putusan hakim. Apakah rasa keadilan korban sudah tercapai dengan putusan itu atau tidak.
Menariknya, dalam pasal 5 MOU ini, 12 PPA se Cluster Halut juga memberikan kewenangan kepada LBH Rakyat Halut untuk mengadukan oknum Polisi, Jaksa atau Hakim yang diduga melakukan langkah inprosedural atau melanggar kode etik dalam penanganan kasus kekerasan pada anak PPA ini. LBH Rakyat Halut, atas nama keluarga korban diberikan keluasan untuk mengadukan oknum aparat penegak hukum itu ke : Komisi kepolisian Nasional , Irwasum Mabes Polri, Komisi Kejaksaan, Jaksa Agung, Komisi Yudisial, Hakim Agung bidang Pengawasan atau ke OMBUDSMAN RI.
Selain memuat hal tersebut di atas, MOU ini juga mengatur tentang peranan LBH Rakyat Halut dalam penyampaian pesan pesan Hukum perlindungan anak kepada orang tua anak dan masyarakat, lewat ceramah hokum UU Perlindungan Anak. Tercakup di dalamnya sejumlah agenda kegiatan yang akan dibuat bersama dalam waktu dekat ini yaitu pelatihan Para legal bagi kordinator PPA serta staf perlindungan anak di 12 PPA se Halut.
Pdt Daniel Aralaha Kordinator PPA Ina Dora Kao sesaat sebelum penandatanganan MOU kepada seluruh Kordinator dan staf mengharapkan agar kerjasama yang ada ini dapat dipelihara dengan baik demi untuk komitmen PPA dalam melakukan perlindungan anak di daerah Halut ini.
“Ini moment yang baik sekali bahwa Pusat Pengembangan Anak di Halut ini kembali membuktikan jika sebanyak hampir 3000 an anak yang kita bina, benar benar kita akan lindungi dari berbagai tindakan kekerasan dalam bentuk apapun pada mereka. Saya harap kedua pihak baik 12 PPA dan LBH Rakyat Halut untuk dapat menjalankan hak dan kewajiban sebagaimana yang termuat dalam MOU ini demi kebaikan dan kebahagiaan anak anak yang sementara kita bina ini” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Direktur LBH Rakyat Halut, Egbert Hoata dalam sambutannya sebelum penandatanganan MOU.
“Belajar dari pengalaman kerjasama satu tahun yang lalu, ada banyak kendala yang kita hadapi saat mengaadvokasi dan pendampingan anak anak PPA korban kekerasan. Dari situ kita cari jalan keluarnya, Puji Tuhan dalam MOU ini kita bisa cari solusi pemecahannya” kata Egbert Hoata.
Ia bersama 4 orang pengacara LBH lainnya dan 3 para legal telah berkomitmen untuk benar benar akan melakukan pendampingan dan advokasi jika sekiranya di antara 3000 an anak yang dibina PPA se Halut ada yang mengalami kekerasan dalam bentuk apapun.
“Kita benar benar akan kawal kasus itu. Kita dampingi korban saat di Polisi, Jaksa sampai sidang pengadilan. Kami ingin pastikan bahwa proses itu berjalan sesuai KUHAP. Jika ada penyimpangan, saya pastikan kami akan adukan mereka ke lembaga pengawasan untuk diberikan sanksi. Anak anak itu adalah asset masa depan bangsa dan gereja. Karena itu mereka harus hidup dalam keadaan nyaman dan aman di lingkungan dimana mereka berada” katanya panjang lebar.
Ia berharap dengan adanya MOU ini para orangtua yang anak anaknya sementara dibina di 12 PPA se Halut cukup merasa aman dengan anak anak mereka, setidaknya dari tindakan kekerasan pihak lain.
Selanjutnya melalui Syallomnews, Egbert Hoata mewanti wanti kepada mereka yang memiliki kecenderungan melakukan kekerasan pada anak, terlebih lagi pada 3000 an anak yang sementara dibina 12 PPA, untuk segera menghentikan niat jahatnya itu.
“Kami tidak main main dengan persoalan kekerasan anak ini. Tidak ada kata perdamaian antara korban dan pelaku, sekalipun itu mau dilakukan di depan pemerintah Desa. Kasus kekerasan pada anak anak yang dibina PPA tetap harus jalan sampai di persidangan. Tidak ada ruang untuk damai. Sebab orangtua sudah menyerahkan anak mereka untuk dibina dan dilindungi oleh PPA dari kekerasan, dan itu lewat surat penyataan mereka di atas meterai, yang tidak bisa dibatalkan oleh seorang kepala desa sekalipun” ujarnya menutup percakapan.
Nah, jadi masyarakat harus hati hati. Jangan lagi coba coba lakukan kekerasan pada anak anak yang dibina PPA, kekerasam fisik, psikis atau kekerasan seksual. Ancaman penjara menanti para pelaku. Sebab tidak akan ada kata perdamaian dalam kasus seperti ini bagi Pusat pengembangan Anak se Halut dan LBH Rakyat Halut (mjy9)