Keluarga Terdakwa Mikael Dawile Bantah Keterangan Saksi Rita Mangadil di Persidangan

(TOBELO-SN) Sidang perkara dugaan penganiyaan terdakwa Mikael Dawile yang diduga melakukan penganiyaan terhadap Rita Mangadil pada Rabu (19/11) memasuki agenda pemeriksaan saksi. Sidang berlangsung Kamis (16/111) di ruang Cakra Pengadilan negeri Tobelo. Jaksa penuntut umum menghadirkan 4 orang saksi masing masing saksi korban Rita Mangadil, anggota Polisi Aipda Kaharudin, Barnabas dan Ibu Ibu Aim.

Dalam persidangan, Rita Mangadil mengakui jika ia dipukul oleh korban meninggal Renol Djaena dengan menggunakan tangan kanannya sebelum dia ditikam.

Almarhum datang bersama dengan terdakwa Maikel Dawile, Aristo Dawile dan sejumlah besar massa ke rumahnya. Setelah Renol memukul saksi di bagian muka, giliran terdakwa Maikel Dawile dan Aristo yang bertubi tubi menghantamnya dengan kepalan tangan hingga raut wajahnya jadi berdarah.

Vanessa, isteri Maikel Dawile

“Setelah Renol memukul saya dengan tangan kanannya, lalu terjadi percekcokan antara dia dngan saudara saya. Lalu tiba tiba terdakwa maikel datang menghujani saya dengan pukulan yang keras yang mengenai muka saya juga. Bukan itu saja setelah terjadi pembakaran rumah, terdakwa bersama sejumlah massa keluarga almarhum Renol mencari keluarga kami karena Renol sudah diketahui meninggal dunia di rumah sakit, Saat bertemu di suatu tempat, terdakwa maikel yang sedang membawa katapel, menghujani saya dengan katapel yang menggunakan batu. Sambaran katapel dengan batu itu mengenai bagian punggung saya yang lecet. Untung saja ada petugas kepolisian yang melindungi saya saat itu”ungkapnya

Vanessa, isteri Maikel Dawile

AIPDA Kaharudin juga membenarkan keterangan Rita tersebut. Dalam perisdangan ia menjelaskan bahwa ia bersama sejumlah rekan polisi menfatangi lokasi kejadian saat sudah terjadi kebakatan salah satu rumah di lorong fofoki Desa Wari.

“Waktu itu saya memang melindungi korban Rita karena ia meminta perlindungan kepada kami setelah berjumpa dengan terdakwa dan teman temannya. Saat itu memnag terdakwa menggunakan sebuah katapel yang diarahkan kepada Korban” katanya.

Sedangkan saksi Bernadus dan ibu Aim dalam keskasiannya sama sekali tidak melihat keberadaan terdakwa di lokasi itu, selain mereka berdua hanya melihat Aristo (DPO) yang memukul bagian kepala saksi Rita.

Saat dikonfirmasi kesaksian saksi di persidangan kepada isteri terdakwa, Vannesa di kediamannya Jumat (17/11) sore, Vannessa membantahnya sebab menurutnya saat kejadian penikaman terjadi saya dan suami sudah pulang tidur di rumah.

“Jam 6 sore kami sudah pamit di tuan rumah tempat acara. Banyak yang saksi ada lihat kami berdua pulang jam 6. Malah suami saya saat terjadi penikaman tidak sedang bersama Korban Renal di lokasi kejadian. Dia sedang tidur dan nanti bangun setelah dengar saya menangis karena membaca WA di group keluarga yang mana isteri Renol bilang kalau suaminya sudah meninggal. Jadi bagaimana mungkin saksi Rita bilang suami saya ikut pukul dia bersama Renol & gt; Semoga majelis hakim nantinya benar benar peka dan berhikmat memeriksa perkara ini supaya keadilan benar benar ditegakan.” kata Vanessa

Ia juga menepis kesaksian saksi Kaharudin yang katakan Suaminya ada pakai katapel menyerang Rita. “Banyak saksi yang lihat suami saya setelah bangun tidur waktu tahu Renol sudah meninggal, dia ke arah barat tidak membawa katapel. Saya bantah itu” katanya

Sementara Penasehat Hukum Maikel Dawile, Egbert Hoata SH, berharap majelis hakim benar benar peka dengan kesaksian korban Rita dalam persidangan.

“Dia bersaksi kalau terdakwa maikel ikut memukulnya saat sebelum penikaman Renol. Padahal saat itu terdakwa sudah tertidur di rumahnya. Lalu saksi Rita bilang dia dipukul Renol pakai tangan kanan. Sementera almarhum Renol itu orangnya kidal, nanti kami buktikan, jadi kami dari PH sangat meragukan kesaksian Rita. tidak bisa dipercaya keterangannya”

“Kedua saksi yang dihadirkan juga secara terang terangan nyatakan tidak melihat sama sekali terdakwa ada di lokasi kejadian, apalagi lagi pakai katapel. Jadi kami sangat yakin terdakwa tidak melakukan seperti yang didakwakan” kata Egbert.

Anak pengawas LBH Rakyat Halut dianiaya di pekarangan Rumah anggota DPRD, LBH Kutuk keras

(SN-TOBELO) Nasib naas dialami oleh William Ngingi, anak dari Pengawas Lembaga Bantuan Hukum Rakyat Halut, Fredy Ngingi. Selasa (11/4) menjelang subuh diduga ia dianiaya oleh sekelompok massa di pekarangan rumah salah satu anggota DPRD Halmahera utara Desa MKCM Tobelo.
William yang sudah sekitar 3 tahun ini mengalami sakit Sizofrenia ( kejiwaan ) mengalami nasib tragis, dipukul hingga sekarat. Saat ini ia masih berada di IGD RSUD Tobelo dengan penanganan sangat intensif. Diduga ia mengalami keretakan dibagian tengkorak kepala bagian belakang. Bahkan jam 20 30 wit malam ini, ia muntah dengan darah yang cukup banyak. Diduga ia dipukul dengan benda keras dalam kejadian ini.

Kondisi William tak sadarkan diri setelah mengalami Penganiayaan

Sore tadi pengacara dan pengurus lengkap LBH Rakyat Halut setelah membuat laporan Polisi di SPKT Polres Halut langsung menuju Lokasi kejadian di rumah Lambert Kilian, aggota DPRD Halut desa MKCM Tobelo.
Menurut Lambert memang benar jika malam itu ada kejadian penganiyaan terhadap seseorang yang tidak dikenalnya. Saat itu ia sudah tertidur.
Tapi menurut keterangan orang yang ada di situ ada
dugaan seseorang yang akan masuk kerumahnya dan itu diketahui oleh masyarakat MKCM di sekitar
rumahnya. Kemudian ia dipukul beramai ramai dari pekarangan rumahnya sampai ke depan jalanan.
“Saya terbangun ada dengar ribut ribut di pekarangan rumah saya ternyata ada orang yang diduga mencuri di rumah saya dan dipukul oleh massa saat itu” kata Lambert kepada Pengacara LBH Rakyat Halut dan Syallomnews.

Ayah korban, Fredy Ngingi bersama Pengacara LBH Rakyat Halut saat menjenguk korban yang tidak sadarkan diri

Ayah William yang adalah pengawas LBH Rakyat Halut Fredy Ngingi membantah jika anaknya mau melakukan pencurian.
“Anak saya ini sudah 3 tahun mengalami sakit . Kebiasaan anak ini dia tidak bisa diam. Selalu jalan saja kemana kakinya melangkah. Nanti sudah capek baru ia tertidur dengan sendirinya. Bahkan kadang kadang ia keluar rumah dini hari jalan ke mana saja, sudah capek baru ia pulang tidur” katanya.
Menurutnya, selama 3 tahun ini kebiasaan seperti itu saat William tinggal di Kao, tidak pernah terjadi apapun dengannya. Sebab orang sudah tahu walau ia berjalan pe pekarang rumah orang malam hari, ia bukan bermaksud mencuri. Sebab ia memang mengalami sakit.”
Sebagai orangtua, ia sangat menyesalkan kejadian pemukulan itu terjadi di pekarangan rumah anggota DPRD Halut yang juga ketua salah satu partai politik.
“Saat ia terbangun, mestinya anggota dewan itu sebagai tokoh masyarakat MKCM bertindak menghentikan aksi main hakim sendiri itu. Akibatnya anak saya dipukul sampai sekarat. Bahkan saat saya lihat di rumah sakit, ada bekas sulutan rokok dibagian belakang tubuh anak saya yang sedang sakit ini” kata Fredy.

Bagian belakang tubuh korban bekas sulutan rokok

Menurutnya perbuatan masyarakat terhadap anaknya itu sudah masuk kategori biadab dan tidak berkeprimanusiaan. Malah kejadian penganiyaan ini, disiarkan di Media sosial Facebook oleh akun Nano nano.
“Anak saya bukan pencuri. Wiliam kerja di Weda Bay Nickel 2 tahun harus resign karna sakit sizofrenia ( kejiwaan) setelah pengobatan dia dalam proses penyembuhan. Dan saat ini tinggal di Tobelo baru 2 Minggu belum hafal nama desa bahkan jalan. Menurut dokter ahli jiwa maupun psikiater dia harus enjoi tidak boleh mendapat tekanan dan perlu hiburan. Tapi dengan kejadian ini buyar lagi semuanya. Ada rekam medisnya soal penyakitnya itu. Jadi jangan sebar hoaks di medsos seperti itu. Besok kami akan lapor UU ITE terhadap pemilik akun Nano Nano itu”.
Ia berharap Polisi segera bertindak cepat sebab keluarga besarnya yang ada di Kao tidak menerima perbuatan tak berkeprimanusiaan terhadap anaknya.


“Tadi barusan ini keluarga besar saya di Kao sudah menelpon dan mereka dalam satu mempertanyakan keseriusan Polres Halut menangani kasus ini” katanya.
Lebih lanjut Fredy katakan anaknya setelah dalam proses penyembuhan, selalu bergerak terus dan harus berjalan kesana kemari. Bahkan malam sampai subuh ia bisa berjalan ke sana kemari. Tapi untuk nakal tidak pernah ada dipikirannya paling minta rokok dan bakar rokok.
Sekretaris LBH Rakyat Halut, Abraham Nikijuluw SH Mengutuk keras perbuatan biadab dari sekelompok masyarakat desa MKCM yang melakukan penganiyaan terhadap anak dari pengawas LBH Rakyat Halut.
“Perbuatan mereka sudah terlalu biadab, kami mengutuk keras perbuatan itu. Orang yang sedang sakit kog bisa dianiaya seperti itu. Harusnya Polisi bertindak cepat tangani kasus ini. Tadi team LBH sudah menggali sejumlah fakta dan menemui sejumlah warga MKCM. Ada nama nama yang sudah kami kasih ke Polisi. Kami tunggu langkah lanjutan dari mereka” katanya.


Selasa sore, Orangtua korban, Pengacara LBH Rakyat Halut dan Syallomnews menemui KBO Satreskrim Polres Halut IPDA Yakub Biyagi Panjaitan S.Tr.K untuk meminta penanganan cepat.
Penjelasan dari Perwira Polisi ini Satreskrim akan serius dan profesional menangani kasus ini.
“Kita akan panggil saksi saksi untuk diminta keterangan. Setelah itu akan ada langkah sesuai prosedur yang kami lakukan. Jika sudah ada 2 alat bukti yang cukup pasti kami tingkatkan statusnya kasus ini” katanya.

Sekretaris LBh Rakyat Halut, Abraham Nikijuluw SH setelah membuat laporan polisi di SPKT Polres Halut Selasa sore

Sementara Berthy Timisela SH, kepala Divisi Penanganan litigasi LBH Rakyat Halut mengatakan kasus ini menjadi perhatian serius dari lembaganya.
“Kami benar benar kawal kasus ini. Besok (Rabu) kami akan terus cari tahu perkembangan hasil visum dan pemanggilan saksi saksi. Jika sudah ada 2 alat bukti yang cukup, kami harap ada penahanan segera para pelaku. Jangan sampai mereka kemudian melarikan diri”.
Ia katakan, LBH Rakyat Halut sudah trauma dengan adanya kasus tertentu seperti kasus penganiyaan Amos Ansiga warga desa Gamhoku, yang pelakunya “Unta” tidak ditahan, kemudian melarikan diri 2 tahun dan saat ia kembali, korban melapor lalu pelaku yang pernah DPO itu ditahan sebentar lalu permintaan penangguhan penahanya disetujui dan kasusnya dimulai dari nol lagi.
“Kami tidak ingin kasus penganiyaan anak pengawas LBH Rakyat Halut ini jadi sama dengan kasus penganiyaan Amos Ansiga. Kami sudah trauma. Karena itu kasus ini kami kawal habis habisan termasuk lewat media massa” kata Berthy.(yol10)

Karyawan PT Niko di PHK secara sepihak, hari ini lapor rekan kerjanya atas dugaan laporan palsu.

(TOBELO-SN) Hari ini senin (06/03/2023) jam 11.00 siang WIT. Alfons Bauronga karyawan PT. Natural Indococonut Organik (PT. NIKO) Kupa-kupa melaporkan rekan kerjanya berinisial MN di SPKT Polres Halmahera Utara karena diduga menyampaikan laporan palsu kepada Pimpinan PT NIKO yang menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pelapor. Ia didampingi Kuasa Hukumnya Egbert Hoata,SH dan Viktor Fandi Difa, SH dari kantor Advokat Egbert Hoata dan Rekan.

Surat PHK secara sepihak itu dikeluarkan pada 03 Maret 2023 yang menyebabkan Alfons Bauronga kehilangan pekerjaannya. Surat tersebut ditanda tanggani oleh Rita Susetio sebagai Group Head Human Resources. Dalam surat tersebut Alfon Bauronga di PHK dengan alasan perbuatan mengandung unsur ancaman, menghasut, dan menghina perusahaan melalui media sosial yang didasarkan atas dugaan laporan palsu yang di sampaikan oleh rekan kerjanya yang berinisial MN. Tidak puas atas sikap secara sepihak tersebut Alfons Bauronga menyambangi SPKT Polres Halut untuk membuat laporan.


Kapada Syallomnews setelah keluar dari kantor SPKT Alfons Bauronga menyampaikan bahwa ia tidak menerima atas tindakan yang dilakukan rekan kerjanya diDepartemen HRD.

“Dalam laporan ini saya mau minta klarifikasi dari rekan kerja saya, karena chattingan saya dengan dia masuk dalam clausul ancaman terhadap rekan kerja sehingga dengan dasar itulah dalam surat PHK ada poin yang menyatakan saya telah melakukan ancaman terhadap rekan kerja” ujarnya

Kuasa Hukum Alfons Bauronga yaitu Egbert Hoata,SH juga mengatakan bahwa pemecatan secara sepihak itu tidak adil dan dinilai berlebihan, Ia juga menyampaikan bahwa isi narasi yang tulis lewat postingan di media sosial itu tidak menyebutkan nama Perusahaan akan tetapi karena kepedulian akan Daerah maka hal tersebut diutarakan.

Alfons Bauronga bersama Kuasa HUkum Egbert Hoata SH dan Yolfin Arunde SH

‘Kami sudah pelajari alasan dia di PHK. Bagi kami dasar PHKnya tidak masuk akal juga, karena salah satu clausulnya itu dia melakukan pengancaman terhadap rekan kerjanya. Padahal itu vuma chattingan terhadap rekannya yang mengatakan ini tobelo bukan ngoni pe daerah. Tapi kalimat itu kog dianggap sebagai pengancamant yang juga ketua LBH Rakyat Halut

“Yang kami pahami, pengancaman itu kalau orang yang datang ke kantor bawa parang atau senjata api untuk menembak, tapi kalau cuman chattingan saja bagi kami perusahaan teralu berlebihan. Jadi lewat laporan polisi ini kami ingin minta klarifikasi. Sebab klien kami ini sangat dirugikan, ia kehilangan pekerjaan”

Ada hal lain juga mengenai dugaan penghinaan terhadap perusahaan di media sosial oleh Alfons Bauronga yang menjadi salah satu alasan ia di PHK. Manejemen menilai Alfons telah melakukan penghinaan terhadap perisahan dengan sering menulis curahan hatinya soal kondisi karyawan dan lain lain.

“Menurut kami yang sering membaca tulisan Alfons di medsos, sebenarnya tidak semikian karena bahasanya tidak menyebutkan nama perusahaan. Kita bersyukur ada PT Niko di daerah ini. Sangat luar biasa kedepan, nah setauhu kami Alfons memang punya keinginan supaya perusahaan kedepan lebih baik gitu, Jadi kami anggap ini berlebihan, kami juga sudah melapor ke dinas ketenagakerjaan dan pada dasarnya kami sudah siap bahkan hingga ke peradilan tinggi PHI di Ternate” tegasnya

Ia juga sangat mengharapkan adanya pertemuan antara manajemen perusahaan dengan kuasa hukum Alfons Bauronga agar segera mendapatkan titik temu.

“Jadi kami berharap jika ada pertemuan antara kami dan manejemen perusahaan yang dimediasi Dinas Tenaga kerja Halut mungkin ada titik temu supaya perkara ini tidak sampai ke peradilan Hubungan industrial di Ternate” harapnya.

“Kami juga sebagai orang Tobelo sangat ingin kasus ini tidak terlalu diperpanjang sebab kami juga ingin secepatnya PT Niko berproduksi. Kami harap status Alfons Bauronga dikembalikan, karena ia juga menjadi salah satu karyawan lokal yang menjadi harapan sesama karyawan asal Tobelo dalam memperjuangkan hak haknya” (mkh11)

Masyarakat Adat Minamen Saolat Halmahera Timur Boikot Jalur Logistik Perusahaan Tambang

AKSI protes berlanjut. Puluhan warga Desa Minamen dan Desa Saolat, Kecamatan Wasile Selatan, kembali melakukan aksi protes kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Timur dan dua perusahaan tambang, PT IWIP dan PT Weda Bay Nikel, selasa (4/10).

Aksi protes yang dilakukan sebagai bentuk protes kepada perusahaan PT IWIP dan PT WBN serta Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Timur.

Roy Doongor, Koordinator Aksi mengatakan aksi ini sebagai bentuk keresahan terhadap Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah atas janji untuk melakukan mediasi dengan manajemen PT IWIP dan PT WBN, yang dipusatkan di kantor Kecamatan Wasile Selatan.

“Kami melakukan aksi ini sebagai mosi tidak percaya kepada Pemda, karena sudah banyak janji yang diberikan,”kata Roy. Ini bagian dari ketidakpercayaan kami.

Sebelumnya Pemda dan Perusahaan telah bersepakat akan melakukan mediasi dengan masyarakat dua Desa pada selasa, 4 oktober 2022 (hari ini-red). Rapat mediasi ini direncanakan akan menghadirkan Bupati dan Wakil Bupati serta unsur Forkopimda Kabupaten Halmahera Selatan. Selain itu juga rapat ini juga akan dihadiri oleh perwakilan dua perusahaan yakni PT Weda Bay Nikel dan PT IWIP.

Sejumlah warga terlihat menghalangi Mobil milik PT WBN di ruas jalan Desa Minamim, Kecamatan Wasile, Kabupaten Halmahera Timur, selasa (4/10/2022).

Pantauan media ini, sejumlah mobil perusahaan yang melintasi ruas jalur Desa Minamin, diarahkan masyarakat agar berbalik arah.

Beberapa mobil perusahaan yang tengah membawa logistik makanan terpaksa memutar kendaraan mereka. Mobil-mobil ini sebelumnya membawa logistik dari kantor perwakilan PT IWIP yang berada di pusat kecamatan Wasile Selatan, Desa Ekor menuju kamp-kamp perusahaan yang berada di kawasan pertambangan di Tofu.

“Tidak ada satupun oto (mobil) perusahaan yang lewat. Kami akan tahan sebagai bentuk protes kami kepada Pemda dan Perusahaan”

“Jangan main-main dengan aksi kami. Kami telah banyak ditipu oleh Pemda dan juga Perusahaan,”tukas Roy.

Tak hanya mobil kedua perusahaan yang ditahan masyarakat, mobil milik sejumlah perusahaan tambang lainnya yang tengah melintasi lokasi ini terpaksa harus memutar kendaraan mereka.

“Kita tidak perlu lagi percaya kepada pemerintah daerah karena sudah berulang kali kita ditipu sejak tahun 2020 lalu,”tukasnya.

Aksi boikot ini sebagai mosi ketidakpercayaan masyarakat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pihak Perusahaan.

“Jika koorporasi dan Pemda tidak hadir xan menemui kami di sini, maka akses jalur ini akan kami boikot besok,”tegas Yulieth.

“Kami masyarakat adat, kami masyarakat adat cukup beretika, maka Pemerintah Daerah jangan bermain-main dengan kami masyarakat suku Togutil Habeba Hoana Minamin dan Hoana Saolat”

Dia menduga Pemerintah daerah telah bekerja sama dengan pihak perusahaan koorporasi untuk merusak hutan adat di Halmahera Timur.

Aksi yang dilakukan masyarakat dua desa ini merupakan lanjutan aksi sebelumnya yang dilakukan masyarakat di kawasan hutan Tofu, sejak 26 september hingga 1 oktober 2022.

Blokade Aktivitas Pertambangan

Ratusan Masyarakat Adat Suku Togutil Habeba, Hoana Wangaeke Minamin Saolat melakukan aksi pemalangan aktivitas pertambangan PT Weda Bay Nikel dan PT IWIP di kawasan Hutan adat Moleo Ma Bohuku (Tofu), Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku.

Aksi blokade dilakukan oleh masyarakat adat keturunan suku Togutil Habeba yang berada di dua Desa yakni Desa Saolat dan Desa Minamin sejak senin (26/9/2022).
Aksi ini dimulai dengan ritual adat oleh tetua adat dari kedua desa di pesimpangan jalan pertambangan PT WBN dan PT IWIP, Tofu.

Ritual adat ini berlangsung khusuh, setelah tetua adat dari kedua desa ini mengikrarkan sumpah adat. Sumpah adat dalam bentuk ritual adat ini dilaksanakan dengan membacakan doa adat.

Selanjutnya, tanah yang berada di sekitar masyarakat diambil segenggam barulah dibacakan doa oleh kedua tetua adat Desa. Usai doa, tanah-tanah itu dikumpulkan oleh tetua adat dan dimasukan kedalam “Harangata” yaitu pelepah pinang yang dianyam seperti bentuk mangkuk.

Ketua adat Desa Minamin, Paulus Papua usai menggelar ritual adat Bugo menyampaikan tujuan melakukan upacara ritual adat ini untuk mempertahankan tanah adat dari leluhur mereka juga untuk mengembalikan kedaulatan untuk pengelolaan hutan adat ini.

“Selama ini tanpa sepengetahuan kami koorporasi pertambangan sudah mengambil alih kerja sama dengan birokrasi, tanpa izin bahkan tidak melibatkan proses tahapan ini dengan masyarakat adat, sehingga kami datang ke tempat ini untuk melakukan ritual adat,” ujarnya.

Ia menjelaskan keberadaan suku mereka yang tanahnya dan hutannya sudah dirampas oleh koorporasi pertambangan nikel yang beroperasi di hutan adat mereka.
“Wilayah tanah ulayat Para-para dan Minamin telah dirampas oleh PT Weda Bay Nikel dan PT IWIP, dan kehadiran kami di tengah hutan ini di tengah tanah ini yang sudah dilakukan ini adalah untuk memblokade seluruh aktivitas operasi pertambangan yaitu pembukaan jalan dan pengeboran dan eskplorasi,” tegasnya.

Sementara itu, Yustinus Papuling, Ketua Adat Desa Saolat (Para-para) mengatakan sebagai masyarakat adat komunitas Hoana Wangaike Minamen Saolat, mereka sudah cukup berusaha agar tuntutan mereka didengar oleh Pemerintah Daerah bahkan semua pihak terkait, di tingkat daerah Kabupaten hingga tingkat Provinsi itu sudah disampaikan namun selalu diabaikan.

“Lewat kesempatan ini saya memohon kepada petinggi Negara yaitu bapak Presiden Joko Widodo untuk bisa memperhatikan nasib, bisa memperhatikan kehidupan dari masyarakat adat yang mendiami Halmahera terutama Halmahera Timur.

Karena seperti yang terlihat, yang saat ini diduduki adalah tanah ulayat dari masyarakat adat Togutil Habeba Hoana Wangaike Minamen Saolat ini itu sudah diambil alih oleh koorporasi pertambangan yang diizinkan oleh birokrasi yang ada di wilayah ini,” pintanya.

Lanjut Yustinus, harapan terbesar masyarakat adat Togutil Habeba Hoana Wangaike Minamen Saolat terletak di Pundak bapak Jokowi. Untuk itu Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia bisa mendengar dan bisa mengambil suatu keputusan yang berpihak dan menguntungkan bagi masyarakat adat.
“Kami berharap wilayah yang kami duduki dan blockade ini merupakan wilayah hutan adat suku Togutil Habeba Hoana Wangaike Minamen Saolat dan suku Togutil yang berada di dalam hutan. Saat ini lokasi ini sudah dikeluarkan izin untuk operasi pertambangan. Kami mohon selamatkanlah suku nomaden di Indonesia ini,” harapnya.

Untuk diketahui, Hari ini (selasa-red) lanjutan dari aksi pemalangan dan boikot aktivitas pekerjaan jalan raya tambang dan juga aktivitas eksplorasi dari dua perusahaan tambang nikel PT IWIP dan PT WBN di Halmahera Timur, Maluku Utara.

“Jika tuntutan ini tidak ditanggapi lagi maka kami pastikan akan duduki lokasi jalan raya ini sehingga memutus jalur perekonomian Kabupaten ini. Ini kami lakukan sampai adanya kepastian dari Pemda dan kedua perusahaan PT WBN dan PT IWIP, soal penyerobotan tanah ulayat leluhur kami,” tegas Nove.

Dalam aksinya masyarakat adat melayangkan beberapa tuntutan kepada kedua perusahaan ini. Mereka melarang aktivitas pembuatan jalan maupu aktivitas pertambangan di wilayah adat mereka.
Aksi ini, masyarakat juga memberikan sanksi adat/denda adat kepada kedua perusahaan karena telah menyerobot lahan dan merampas ruang hidup masyarakat kedua desa maupun masayarakat suku togutil atau tobelo dalam.

“Memberikan sanksi/denda adat kepada kedua perusahaan pertambangan PT IWIP dan PT WBN karena sudah merampas ruang hidup masuk hutan adat kami tanpa sepengetahuan kami dan telah merubah struktur bentangan hutan bahkan menghilangkan bukti peninggalan leluhur kami,” tutur Juliath Pihang Perempuan adat Desa Saolat.

Selain menuntut sanksi kepada kedua perusahaan tambang, masyarakat kedua Desa menegaskan agar tidak lagi pembayaran tali asih Kaplingan di atas tanah ulayat mereka.

“Selama ini perusahaan telah membayar tali asih kepada desa yang tidak sedikitpun memiliki hak atas tanah ulayat di lokasi yang mereka pakai,”kata Juliat.

Kaplingan Lahan

Aksi Blokade oleh ratusan masyarakat adat dua Desa yakni Desa Minamin dan Desa Saolat yang tergabung dalam Masyarakat Adat Suku Togutil Habeba, Hoana Wangaeke Minamin Saolat adalah bentuk protes kepada Pemerintah Daerah Kabupaten serta PT Weda Bay Nikel (WBN) dan PT IWIP.

Kedua perusahaan bersama sub kontraktor mereka telah melakukan aktivitas pembongkaran lahan di lokasi tanah ulayat milik kedua Desa tersebut.
Roy Doongor, salah satu pemuda adat Desa Minamin dalam orasinya mengatakan, perusahaan dan sub kontraktornya berusaha melakukan aktivitas di lokasi kedua Desa. Selain itu lokasi komunitas suku Togutil saat ini menurutnya juga telah diganggu, bahkan dibongkar hutan milik mereka.

Ia bahkan menduga, perusahaan telah melakukan pembayaran lahan-lahan tersebut kepada pihak-pihak lain termasuk kelompok-kelompok yang berasal Desa Wayjoy. Desa ini sendiri merupakan desa tetangga dua Desa yang ada.

“Dari informasi, diduga perusahaan telah melakukan pembayaran dalam “tali asih” atau ganti rugi kepada beberapa kelompok di Desa Wayjoy dan Desa Ekor. Per meternya Rp2500. Ini sangat menyakiti kami selaku pemilik hak ulayat leluhur kami,” tukasnya.

“Sejumlah aliran dana ganti rugi telah diserahkan kepada mereka”

Dari situlah, kata Roy alasan masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Adat Suku Togutil Habeba, Hoana Wangaeke Minamin Saolat melakukan aksi blockade aktivitas kedua perusahaan Bersama sub kontraktor mereka di Kawasan Hutan Tofu.
“Kami memberikan waktu untuk kedua perusahaan untuk menjelaskan soal tali asih atau ganti rugi kepada mereka yang bukan punya hak atas lahan ulayat ini. Kami ingin segera clear dan trasparan, siapa sebenarnya mafia-mafia tanah ini,” tegasnya.

Untuk diketahui, akibat blokade ini, aktivitas mega proyek dari dua perusahaan nikel ini lumpuh sampai hari ini. Perusahaan sampai saat ini belum memberikan penjelasan soal aktivitas dan juga dugaan penyerobotan yang di lakukan di atas tanah ulayat milik masyarakat adat Para-para (Saolat).

“Ritual adat ini tidak akan kami cabut sampai ada kejelasan dan juga tuntutan kami dijawab oleh Pemda dan juga perusahaan. Intinya mereka tidak boleh lagi beraktivitas di sini karena akan mengganggu ruang hidup masyarakat adat suku Togutil yang ada di sekitaran hutan ini,”tegas Roy.

Surat KSP

Selain tuntutan tersebut masyarakat juga menuntut perusahaan merealisasi surat yang dikirimkan oleh Kantor Staf Presiden Republik Indonesia dengan nomor B-6/KSP/D.5/09/2019 tertanggal 20 september 2019 dengan perihal penghormatan dan perlindungan bagi masyatakat adat tobelo dalam Akejira di Halmahera Tengah.3 point surat yang dikirimkan Kantor Staf Presiden kepada PT IWIP diantaranya:

1. Menghormati dan menghormati konvensi ILO 169 tentang masyarakat hukum adat :Deklarasi PBB tahun 2007 tentang hak-hak masyarakat adat;Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak -hak asasi manusia terutama pasal 6 ayat 1 dan 2): dan putusan Mahkamah Konstitusi nomor : 35/PUU/X/2012 yang menegaskan status hutan adat.
2. Memastikan adanya pembicaraan dan komunikasi yang baik kepada masyarakat Adat Tobelo Dalam untuk setiap aktivitas pertambangan sehingga tidak ada perselisihan di kemudian hari;
3. Memastikan hak-hak masyarakat adat Tobelo Dalam tidak dilanggar pada setiap aktivitas pertambangan dimaksud.

Bahkan kata masyarakat, bukan saja surat yang ditandatangani oleh Deputi V Kepala Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani yang merupakan tanggapan atas surat pengaduan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Pengurus Wilayah Maluku Utara, nomor : 196/B/PW-AMAN/MALUT/IX/2019 tanggal 08 september 2019 mengenai permasalahan yang dihadapi masyarakat adat tobelo dalam akibat pertambangan PT WBN dan PT IWIP yang mencakup pembangunan jalan perusahaan dan penyiapan lokasi pertambangan dimana menegaskan bahwa perkembangan lebih lanjut atas laporan tersebut akan dipantau secara langsung.

Dikatakan pengunjuk rasa pasca surat yang diterbitkan, maka mereka menemukan sejumlah pelanggaran dari kedua perusahaan tersebut.

“Dalam perkembangan setelah tiga tahun berjalan ternyata kami sebagai masyarakat adat tidak pernah mendapati kedua perusahaan pertambangan baik PT IWIP maupun PT WBN secara serius menanggapi perusahaan tersebut,”sebut Novenia Ambeua, perempuan adat Desa Minamin.

Dikatakan masyarakat, perusahaan tidak ada niat baik untuk komunikasi bahkan bahkan melanggar masyarakat adat Tobelo Dalam baik yang masih menetap di hutan maupun yang sudah bermukim secara turun temurun di kedua Desa Saolat dan Minamim.

Tanah Leluhur

Yustinus Papuling, Ketua Adat Para-para (Saolat) menceritakan secara history Tofu nama kawasan hutan yang sementara mereka blockade saat ini tidak susuai dengan catatan sejarah yang dituturkan oleh para leluhur mereka.

Menurutnya berdasarkan nama aslinya, dari kawasan ini adalah bernama “Maleo Ma Bohuku de Heloworuru” dan sekarang nama aslinya sudah diganti menjadi tofubleweng dan tofu itu bukan berasal dari Bahasa mereka. Dikatakan ketua adat Desa Saolat ini, telah terjadi pergeseran Bahasa tanpa sepengetahuan mereka
“Seperti Akejira itu bahasa aslinya adalah aruku ma ngairi artinya sungai dari gua dan tadi Tofu atau yang dalam bahasa aslinya itu Maleo Ma Bohuku de Heloworuru artinya dalam bahasa Indonesia tempat timbunan bertelurnya burung Maleo,” jelasnya.

Sementara itu Nigoro Batawi, salah satu keturunan Togutil yang lokasi kelahirannya di Tofu menerangkan hal yang sama. Dikatakan nama Tofu sebelumnya adalah Meleu ma bohuku yang artinya timbunan bukit ayam bertelur.

Nigoro juga menuturkan beberapa lokasi orang Suku Togutil melakukan aktivitasnya dan hidup di Hutan Halmahera Timur dan Timur. Saat ini menurutnya lokasi-lokasi ini terancam bahkan sudah menjadi lokasi perluasan pertambangan nikel beberapa perusahaan tambang.

Dia mencontohkan beberapa lokasi yang saat ini masuk dalam areal pertambangan perusahan PT IWIP dan PT Bay Weda Nikel (WBN) diantaranya Aruku Ma Ngairi (Aruku Ma Ngairi), Baburu ma ngairi adalah batang busur dari sungai, Gahi gahi Ma Ngairi adalah Air Garam.

“Apeda Mangairi adalah air sagu, Kohe Tubu tubu adalah tempat bakar burung taong, Kokareboko Mangairi adalah air Kayu Jambu di Tebing, aruku Ma Ngairi, Ate Gou adalah Kayu Air, Kateko Ma Ngairi adalah sungai katak di sini dan ada banyak pohon sagu, Tofublaweng atau Meleu ma bohuku, Giwe-giwe (air terjun).

Selain itu Gerson nama Baptis dari Nigoro ini juga merincikan nama-nama lokasi yang saat ini masyarakat komunitas Togutil masih beraktifitas.

“Bokubokumu adalah sungai pandan hutan, Dodiha Ma Ngairi adalah sungai ular, Hi makeino adalah tempat ketemu orang, O Hilo ma Duku adalah gunung damar atau kayu agatis, Aruku Ma Ngairi adalah Air Goa, Ngongodoro adalah Kali kayu, Guguti Uku adalah tempat turun, Ba’atuku ino adalah ranjau berburu, Namo Ino adalah tempat bertumbuhnya buah namu, Talen adalah sungai Talen, Poak poaka adalah sungai teriak, Mein Goto goto, Giwe giwe adalah lokasi air terjun, Goga Pole, Peke peke adalah lokasi makam Mustika salah satu Kepala Suku di Akejira, Ahu ahumu adalah sungai mereka tinggal, Ma Jaga Hinoto juga adalah sungai mereka tinggal,”tuturnya.
Nigoro juga menjelaskan soal keberadaan Martana (Hairani) bersama suaminya Turaji saat ini mulai tidak aman tinggal di lokasi Tofu saat ini. Menurutnya, perempuan togutil ini dulunya tinggal di Meleo ma Bohuku atau timbunan bukit maleo (ayam hutan) namun pembukaan lahan yang semakin masif terus di lakukan oleh perusahaan PT Weda Bay Nikel (WBN) dan PT IWIP mengakibatkan mereka terganggu dan mulai bergeser. “Dia saat ini tinggal dengan Suaminya, Turaji”

Bersama Turaji, kata Nigoro, Martana saat ini bergeser ke timur Subaim. Tepatnya tinggal di belakang Loleba. Tempat yang dijadikan sebagai sumber kehidupan saat ini telah hancur.

“Contohnya saat ini dibangun beberapa kamp perusahaan. Sub Kontraktaktor dari PT IWIP, perusahaan megaproyek nikel dan smelter yang kini melakukan aktivitas produksi di Halmahera Tengah,” ujarnya.

Hutan Rusak

Bentangan alam hutan yang sebelumnya tertutup rapi, kini mulai terancam hilang tutupan hutannya. Satu demi satu pohon terlihat berserakan di sisi kiri dan kanan badan jalan, lokasi penggusuran PT Presisi, salah satu sub kontraktor dari perusahaan PT IWIP.

Dari pantauan Mongabay Indonesia, terlihat ribuan pohon berserakan di tepi badan jalan. Tampak berbagai jenis pohon dan tumbuhan hutan yang ikut tumbang akibat penggusuran jalan dan lahan yang di lakukan oleh perusahaan.
Menurut warga, penggusuran jalan dilakukan oleh PT Presisi ini untuk mengembangkan operasi pertambangan nikel oleh PT IWIP di seluruh Kawasan Hutan Halmahera Timur.

“Hutan-hutan disini akan terancam semua, karena ruas jalan akan dibuka dari Halmahera Timur menuju Halmahera Tengah, lokasi pabrik Nikel dan Smelter di Lelilef, Weda,”ungkap Novenia Ambeua, perempuan adat Desa Minamin.
Selain pohon yang tumbang di sisi-sisi badan jalan, kerusakan lainnya terlihat pada sejumlah sungai di sepanjang areal penggusuran jalan. Sejumlah sungai selain mati akibat tertutup material batu dan tanah gusuran, namun juga tertimpa ribuan pohon-pohon yang tumbang.
Seperti sungai Aruku Ma Ngairi yang letaknya di Kawasan Tofu, telah rusak dan mati karena tertutup material gusuran batu dan tanah.

“Padahal ini adalah air yang dipakai oleh Meme Hairani dan Toraji untuk mereka minum dan mandi. Akibat sungai ini telah rusak, mereka sekarang sudah bergeser lebih jauh karena, ruang hidup mereka diganggu aktivitas perusahaan,” ujar Nove.
Sebelumnya, pada 14 september 2020 aksi yang sama pernah di lakukan oleh masyarakat adat Hoana Wangaike Minamin di lokasi Akejira Mein atau Aruku Ma Ngairi.

Aksi ini dilakukan oleh ratusan masyarakat adat Desa Minamin. Dalam tuntutannya, masyarakat menolak ekspansi PT IWIP dan PT WBN untuk melakukan aktivitas di wilayah adat Akejira Mein atau Aruku Ma Ngairi. Mereka juga menuntut agar perusahaan mengehentikan pembayaran ganti rugi atau tali asih kepada pihak lain yang diduga mengatasnamakan pemilik lahan.

Masyarakat Dua Desa di Halmahera Timur Blokade Aktivitas Pertambangan PT.IWIP dan PT.WBN

RATUSAN Masyarakat Adat Suku Togutil Habeba, Hoana Wangaeke Minamin Saolat melakukan aksi pemalangan aktivitas pertambangan PT Weda Bay Nikel dan PT IWIP di kawasan Hutan adat Moleo Ma Bohuku (Tofu), Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku.

Aksi blokade dilakukan oleh masyarakat adat keturunan suku Togutil Habeba yang berada di dua Desa yakni Desa Saolat dan Desa Minamin sejak senin (26/9/2022).

Aksi ini dimulai dengan ritual adat oleh tetua adat dari kedua desa di pesimpangan jalan pertambangan PT WBN dan PT IWIP, Tofu.

Ritual adat ini berlangsung khusuh, setelah tetua adat dari kedua desa ini mengikrarkan sumpah adat. Sumpah adat dalam bentuk ritual adat ini dilaksanakan dengan membacakan doa adat.

Selanjutnya, tanah yang berada di sekitar masyarakat diambil segenggam barulah dibacakan doa oleh kedua tetua adat Desa. Usai doa, tanah-tanah itu dikumpulkan oleh tetua adat dan dimasukan kedalam “Harangata” yaitu pelepah pinang yang dianyam seperti bentuk mangkuk.

Tanah-tanah tersebut lalu dibungkus menggunakan kain berwarna merah yang nantinya akan ditanam disekitar ruas jalan perusahaan.

Isak tangis pun pecah seketika saat tetua adat membacakan sumpah dan janji dalam prosesi ritual adat. Sejumlah warga menangis histeris sambil merunduk dan mencium tanah. Suasana hening seketika.

Selain ritual adat, aksi ini juga diiringi oleh tarian cakalele. Tarian perang masyarakat adat Maluku, khususnya Halmahera. Tarian ini menambah kemeriahan aksi ini yang diikuti oleh irama music tradisional tifa dan hitadi, sejenis bambu.

Ritual ini berakhir dengan prosesi adat “Bugo”. Ritual Bugo ini merupakan puncak dari aksi ritual adat masyarakat adat dari kedua Desa. Meski demikian mereka mengancam akan terus menduduki ruas jalan perusahaan ini sampai adanya jawaban pasti dari dari Perusahaan maupun Pemerintah Daerah terhadap tuntutan mereka.

Ketua adat Desa Minamin, Paulus Papua usai menggelar ritual adat Bugo menyampaikan tujuan melakukan upacara ritual adat ini untuk mempertahankan tanah adat dari leluhur mereka juga untuk mengembalikan kedaulatan untuk pengelolaan hutan adat ini.

“Selama ini tanpa sepengetahuan kami koorporasi pertambangan sudah mengambil alih kerja sama dengan birokrasi, tanpa izin bahkan tidak melibatkan proses tahapan ini dengan masyarakat adat, sehingga kami datang ke tempat ini untuk melakukan ritual adat,” ujarnya.

Ia menjelaskan keberadaan suku mereka yang tanahnya dan hutannya sudah dirampas oleh koorporasi pertambangan nikel yang beroperasi di hutan adat mereka.

“Wilayah tanah ulayat Para-para dan Minamin telah dirampas oleh PT Weda Bay Nikel dan PT IWIP, dan kehadiran kami di tengah hutan ini di tengah tanah ini yang sudah dilakukan ini adalah untuk memblokade seluruh aktivitas operasi pertambangan yaitu pembukaan jalan dan pengeboran dan eskplorasi,” tegasnya.

Sementara itu, Yustinus Papuling, Ketua Adat Desa Saolat (Para-para) mengatakan sebagai masyarakat adat komunitas Hoana Wangaike Minamen Saolat, mereka sudah cukup berusaha agar tuntutan mereka didengar oleh Pemerintah Daerah bahkan semua pihak terkait, di tingkat daerah Kabupaten hingga tingkat Provinsi itu sudah disampaikan namun selalu diabaikan.

“Lewat kesempatan ini saya memohon kepada petinggi Negara yaitu bapak Presiden Joko Widodo untuk bisa memperhatikan nasib, bisa memperhatikan kehidupan dari masyarakat adat yang mendiami Halmahera terutama Halmahera Timur. Karena seperti yang terlihat, yang saat ini diduduki adalah tanah ulayat dari masyarakat adat Togutil Habeba Hoana Wangaike Minamen Saolat ini itu sudah diambil alih oleh koorporasi pertambangan yang diizinkan oleh birokrasi yang ada di wilayah ini,” pintanya.

Lanjut Yustinus, harapan terbesar masyarakat adat Togutil Habeba Hoana Wangaike Minamen Saolat terletak di Pundak bapak Jokowi. Untuk itu Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia bisa mendengar dan bisa mengambil suatu keputusan yang berpihak dan menguntungkan bagi masyarakat adat.

Aksi Pemalangan Jalan Tambang oleh Perempuan Adat Suku Tugutil Habeba Hoana Wangaeke Minamin, Saolat

“Kami berharap wilayah yang kami duduki dan blockade ini merupakan wilayah hutan adat suku Togutil Habeba Hoana Wangaike Minamen Saolat dan suku Togutil yang berada di dalam hutan. Saat ini lokasi ini sudah dikeluarkan izin untuk operasi pertambangan. Kami mohon selamatkanlah suku nomaden di Indonesia ini,” harapnya.

Untuk diketahui, Hari ini (sabtu-red) merupakan hari kelima dari aksi pemalangan dan boikot aktivitas pekerjaan jalan raya tambang dan juga aktivitas eksplorasi dari dua perusahaan tambang nikel PT IWIP dan PT WBN di Halmahera Timur, Maluku Utara.

“Kami akan duduki lokasi ini sampai adanya kepastian dari kedua perusahaan PT WBN dan PT IWIP, soal penyerobotan tanah ulayat leluhur kami,” tegas Nove.

Dalam aksinya masyarakat adat melayangkan beberapa tuntutan kepada kedua perusahaan ini. Mereka melarang aktivitas pembuatan jalan maupu aktivitas pertambangan di wilayah adat mereka.

Aksi ini, masyarakat juga memberikan sanksi adat/denda adat kepada kedua perusahaan karena telah menyerobot lahan dan merampas ruang hidup masyarakat kedua desa maupun masayarakat suku togutil atau tobelo dalam.

“Memberikan sanksi/denda adat kepada kedua perusahaan pertambangan PT IWIP dan PT WBN karena sudah merampas ruang hidup masuk hutan adat kami tanpa sepengetahuan kami dan telah merubah struktur bentangan hutan bahkan menghilangkan bukti peninggalan leluhur kami,” tutur Juliath Pihang Perempuan adat Desa Saolat.

Selain menuntut sanksi kepada kedua perusahaan tambang, masyarakat kedua Desa menegaskan agar tidak lagi pembayaran tali asih Kaplingan di atas tanah ulayat mereka.

“Selama ini perusahaan telah membayar tali asih kepada desa yang tidak sedikitpun memiliki hak atas tanah ulayat di lokasi yang mereka pakai,”kata Juliat.

Kaplingan Lahan

Aksi Blokade oleh ratusan masyarakat adat dua Desa yakni Desa Minamin dan Desa Saolat yang tergabung dalam Masyarakat Adat Suku Togutil Habeba, Hoana Wangaeke Minamin Saolat adalah bentuk protes kepada Pemerintah Daerah Kabupaten serta PT Weda Bay Nikel (WBN) dan PT IWIP.

Kedua perusahaan bersama sub kontraktor mereka telah melakukan aktivitas pembongkaran lahan di lokasi tanah ulayat milik kedua Desa tersebut.

Roy Doongor, salah satu pemuda adat Desa Minamin dalam orasinya mengatakan, perusahaan dan sub kontraktornya berusaha melakukan aktivitas di lokasi kedua Desa. Selain itu lokasi komunitas suku Togutil saat ini menurutnya juga telah diganggu, bahkan dibongkar hutan milik mereka.

Ia bahkan menduga, perusahaan telah melakukan pembayaran lahan-lahan tersebut kepada pihak-pihak lain termasuk kelompok-kelompok yang berasal Desa Wayjoy. Desa ini sendiri merupakan desa tetangga dua Desa yang ada.

“Dari informasi, diduga perusahaan telah melakukan pembayaran dalam “tali asih” atau ganti rugi kepada beberapa kelompok di Desa Wayjoy dan Desa Ekor. Per meternya Rp2500. Ini sangat menyakiti kami selaku pemilik hak ulayat leluhur kami,” tukasnya. “Sejumlah aliran dana ganti rugi telah diserahkan kepada mereka”

Dari situlah, kata Roy alasan masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Adat Suku Togutil Habeba, Hoana Wangaeke Minamin Saolat melakukan aksi blockade aktivitas kedua perusahaan Bersama sub kontraktor mereka di Kawasan Hutan Tofu.

“Kami memberikan waktu untuk kedua perusahaan untuk menjelaskan soal tali asih atau ganti rugi kepada mereka yang bukan punya hak atas lahan ulayat ini. Kami ingin segera clear dan trasparan, siapa sebenarnya mafia-mafia tanah ini,” tegasnya.

Untuk diketahui, akibat blokade ini, aktivitas mega proyek dari dua perusahaan nikel ini lumpuh sampai hari ini. Perusahaan sampai saat ini belum memberikan penjelasan soal aktivitas dan juga dugaan penyerobotan yang di lakukan di atas tanah ulayat milik masyarakat adat Para-para (Saolat).

Disperindag Halut Gratiskan Sidang Tera Alat ukur Timbang di Lokasi Pameran

(TOBELO – SN) Dalam kegiatan Pameran Pembangunan yang dilaksanakan Pemkab Halut, Dinas perdagangan dan perindustrian bidang metrologi dan perlindungan konsumen melaksanakan sidang tera-tera ulang tahun 2022. Kegiatan rutin disperindag kali ini dilaksanakan dengan mengratiskan biaya retribusi kepada para pedagang dan pemilik alat ukur takar timbang peralatan (UTTP). (more…)